JAKARTA – Seruan boikot produk Prancis dapat berimbas kepada hubungan perdagangan dan investasi Indonesia. Meski begitu, imbauan yang diserukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut juga bisa menjadi peluang bagi para produsen lokal.
Demikian dikatakan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, di Jakarta, Sabtu (31/10/2020).
“Kalau mau ambil peluang dari boikot produk Prancis, harus jelas segmentasinya yang akan disubstitusi oleh produk lokal,” ujarnya.
Bhima mengatakan, produk Prancis rata-rata adalah untuk pasar kelas atas, dengan produk seperti tas dan baju bermerek. Meskipun ada juga produk kelas menengah dan bawah, yaitu produk konsumsi harian seperti makanan dan minuman.
Untuk produk fashion, mulai ada pergeseran ke merek-merek lokal berkualitas bagus. “Misalnya ada produk fesyen lokal yang disebut local pride, itu harganya mahal, high quality dan kualitas ekspor. Cocok bagi pengganti brand-brand merk Prancis,” kata dia.
Di samping itu, seruan boikot produk Prancis, juga bisa menjadi momentum mendorong penetrasi produk halal bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara lainnya.
Sebelumnya, pemerintah RI mengecam pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron karena dinilai melukai perasaan kaum muslim dunia.
“Indonesia mengecam pernyataan Presiden Perancis yang menghina agama Islam,” bunyi kutipan situs resmi Kemlu RI.
Karena itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah memanggil Dubes Prancis untuk RI, Olivier Chambard. Namun, Olivier belum memberikan respons terhadap kecaman Indonesia.
Diketahui, Macron menyampaikan ketegasannya menyikapi pemenggalan seorang guru di Prancis. Dia menyebut pemenggalan itu adalah ‘serangan teroris Islamis’. Guru itu dibunuh karena dia mengajarkan ‘kebebasan berekspresi’.