SERANG – Menjelang kontestasi pemilu 2024, mesin-mesin politik akan banyak bergerak untuk mendulang suara. Para politisi akan menggunakan berbagai strategi untuk memenangkan kontestasi. Hanya saja, dalam praktiknya, masih teringat jelas bagaimana kontestasi Pemilu 2019 lalu menimbulkan friksi dalam kehidupan sosial politik masyarakat akibat black campaign dan politik identitas dalam upaya meraih simpati publik.
“Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dimainkan oleh para pihak yang sesungguhnya telah teridentifikasi merupakan kelompok kepentingan yang ingin menang dengan berbagai cara. Hal seperti ini harus dicegah secara dini agar proses demokrasi berjalan lancar, aman, dan damai,” ujar Sekretaris MUI Kota Serang, KH. Amas Tadjuddin di Banten, Kamis (9/1/2023).
Ia mengungkapkan, politik SARA yang demikian memicu situasi masyarakat menjadi “panas” dan mudah “terbakar”, terlebih dibumbui ujaran kebencian dengan “digoreng” minyak bernuansa asing, sehingga menimbulkan gangguan kerukunan, berakhir pecah konflik terbuka.
“Produksi hoax dan fitnah meningkat, bahkan dalil ayat-ayat suci (kitab suci) tersebar dimanipulasi sedemikian rupa guna mencekoki dan membodohi umat sejagat. Yang penting menang,” imbuhnya.
Hal tersebut yang coba dikritisi oleh Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Banten ini. Tatkala misi untuk kepentingan rakyat tak lebih hanya sebagai narasi untuk mengklaim sebuah kebenaran sepihak saja, dan hanya sebagai alasan pribadi atau janji dalam kampanye belaka yang dilakukan secara individu bahkan berjamaah.
Mengaca pada Pemilu 2019, kontestasi politik tidak sedikit diwarnai dengan nuansa permusuhan. Jika dipandang perlu, bagi pihak yang dianggap tidak sepaham dan beda pilihan dengan kelompoknya segera dilayangkan tuduhan ‘anda salah, kafir, munafik, musyrik, murtad’.
“Inilah inti persoalan (berbalut nafsu) golongan manusia dalam jagat politik jelang pemilu,” ungkap Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Banten ini.
Oleh karena itu, Amas menjelaskan, perlunya peran aktif dan kearifan semua tokoh untuk melakukan deteksi dini dan pencegah dini sebelum rumah Indonesia menjadi ‘panas terbakar’ dan hangus meluas.
“Dalam situasi seperti ini, maka jalan penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, aparat Kepolisian, apparat penegak hukum lainya, serta KPU-BAWASLU adalah bagian dari jalan upaya serius untuk mewujudkan Indonesia rukun, yang perlu didukung oleh seluruh komponen masyarakat sebagai bagian dari solusi menjaga pemilu 2024 berkualitas,” jelasnya.
Ia juga menyebut keberadaan FKUB, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah serta ormas lainnya merupakan ujung tombak dalam rangka memperkuat, menggalang, menjaga dan merawat kerukunan antar umat beragama, keharmonisan masyarakat sesuai tugas pokok dan fungsinya.
“Forum kebangsaan dan ormas moderat lainnya harus senantiasa pro aktif dan netral jelang pemilu, menjaga umat tetap harmoni, bersinergi dengan para pihak dan juga para penyelenggara pemilu agar pemilu berjalan rukun, lancar, aman, dan damai,” imbuhnya.
Selain itu Amas juga berharap cita-cita dan harapan seluruh warga bangsa, agar terwujud pemilu berkualitas, jujur dan adil, jauh dari provokasi konflik SARA, terhentinya hoax, fitnah, ujaran kebencian, serta dapat menghasilkan para pemimpin yang sah, kuat dan tangguh.
“Kita harus menjadi yang terdepan cegah dini politik SARA mewujudkan Indonesia Maju, Rukun Dan Damai, serta melahirkan para pemimpin yang menerima dan berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945,” tandasnya.