Cegah Terorisme di Jawa Timur, Kemenko Polhukam Lakukan Ini

Nasional878 Dilihat

SURABAYA – Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Hukum dan HAM berupaya untuk terus memperkuat sinkronisasi pelaksanaan rencana aksi dalam mengantisipasi terorisme, sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan tindakan ekstremisme berbasis kekerasan di Provinsi Jawa Timur.

Dikutip pada laman Kemenko Polhukam, Jumat (24/5/2024), dalam sambutannya Asisten Deputi Koordinasi HAM Kemenko Polhukam, Brigjen TNI Rudy Syamsir, mengatakan dengan adanya forum diskusi ini, diharapkan dapat membahas dan merumuskan strategi pengembangan wadah pelaporan tindakan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di perguruan tinggi pada wilayah rentan, yang terintegrasi dengan mekanisme pelindungan saksi, korban dan pelapor di Provinsi Jawa Timur.

“Pembahasan ini relevan dan krusial, mengingat Perguruan Tinggi merupakan tempat generasi muda yang berpotensi besar untuk membangun bangsa, namun juga rentan terpapar dari ideologi radikal,” ujarnya di Surabaya.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Perlindungan Apgakum BNPT RI, yang juga merupakan Koordinator Pokja Pilar 2, Suroyo, menyampaikan pelaksanaan rencana aksi pada Fokus 3 Pokja Pilar 2.

Baca Juga: Wakili Indonesia di Qatar, BNPT RI Tekankan Kerja Sama Multilateralisme Atasi Ancaman Terorisme Global

Menurut dia, rencana aksi tersebut harus dilakukan oleh lingkungan kampus, sebagai wujud aksi pembuatan dan pengembangan wadah pelaporan tindakan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di kampus, pada wilayah rentan yang terintegrasi dengan mekanisme pelindungan saksi, korban dan pelapor.

Begitu juga Kepala Biro Hukum LPSK, Sriyana, menyampaikan bahwa peranan penting untuk perlindungan saksi dan korban, karena mayoritas dari kalangan perguruan tinggi berharap, bahwa pentingnya pergeseran Offender Oriented ke Victim Oriented yang tidak diajarkan secara formal di perguruan tinggi.

Oleh karena itu, diharapkan ada solusi atas kebutuhan yang mendesak untuk dipelajari bersama. “Dunia Pendidikan menghadapi tantangan 3 dosa besar yaitu Bullying, Intoleransi dan Kekerasan Seksual. Semua korban dijamin haknya untuk mengungkapkan peristiwa sehingga LPSK hadir dalam memberikan perlindungan yang berfokus kepada saksi, korban, pelapor, ahli, dan pelaku yang bekerja sama,” katanya.

Dosen Universitas Airlangga, Amira Paripurna, menambahkan, dalam hal upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme, perlu tetap memperhatikan Hak Asasi Manusia.

Karena itu, dalam melaksanakan mekanisme asesmen kebutuhan, perlu memperhatikan kebebasan sipil bagi dosen dan mahasiswa dalam membentuk wadah di perguruan tinggi guna meminimalisir kekhawatiran adanya ekses-ekses negatif di kemudian hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar