JAKARTA – Perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump mengenai kewarganegaraan berdasarkan kelahiran, mengubah secara drastis kebijakan yang sudah ada selama lebih dari 150 tahun di Amerika Serikat.
Dikutip dari The New York Times, Rabu (22/1/2025), perintah ini menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang merupakan penduduk sementara, termasuk mereka yang memiliki visa pelajar atau pekerja, tidak akan otomatis mendapatkan status kewarganegaraan, selama ayahnya bukan penduduk tetap.
Awalnya, para penasihat Trump menyampaikan kepada media bahwa perintah ini hanya akan berlaku untuk “anak-anak imigran ilegal yang lahir di Amerika Serikat.” Namun, teks yang tertuang dalam dokumen resmi berjudul “Protecting the Meaning and Value of American Citizenship” jauh lebih luas dan meliputi kategori lain. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan aktivis hak asasi manusia dan organisasi imigrasi.
David Leopold, ketua praktik imigrasi di firma hukum UB Greensfelder, mengkritik kebijakan ini, menyatakan, “Ini adalah serangan mengejutkan terhadap orang-orang yang ada di negara ini secara sah, yang telah mematuhi aturan dan memberikan manfaat bagi negara.”
Leopold menyoroti bahwa banyak di antara mereka adalah peneliti dan profesional yang berkontribusi dalam perkembangan teknologi dan penelitian di AS.
Perintah ini merupakan bagian dari rangkaian tindakan yang disetujui oleh Trump untuk mereformasi imigrasi dan mengurangi jumlah pendatang ke negara tersebut.
Meskipun Trump mengklaim bahwa dia mendukung imigrasi legal, kebijakan yang diperkenalkan justru membatasi akses bagi mereka yang ingin memasuki Amerika Serikat dengan cara sah.
Salah satu arsitek utama dari kebijakan imigrasi Trump, Stephen Miller, telah lama mendukung pandangan ketat terhadap kewarganegaraan yang dihasilkan dari kelahiran di AS.
Selama masa kepresidenan Trump yang pertama, Miller dan penasihat lainnya berusaha memastikan bahwa imigran tidak lagi bisa menjadi “jembatan” untuk memperkuat status mereka di AS dengan melahirkan anak yang otomatis menjadi warga negara.
Dengan demikian, perintah eksekutif ini berpotensi menyebabkan dampak yang sangat signifikan terhadap komunitas imigran di seluruh Amerika Serikat.
Dengan semakin banyaknya pembatasan yang diterapkan, para pengacara imigrasi dan aktivis hak asasi manusia berjuang untuk melawan apa yang mereka sebut sebagai langkah mundur dalam kebijakan imigrasi negara itu.
Kawasan yang paling terpengaruh adalah mereka yang sementara tinggal di AS untuk bekerja atau belajar, serta keluarga mereka yang terpaksa menghadapi ketidakpastian terhadap status anak-anak mereka di masa depan.
Banyak dari orang tua ini telah memberikan sumbangsih besar dalam bidang sains, teknologi, dan inovasi, tetapi kini harus menghadapi kenyataan pahit dimana anak-anak mereka mungkin tidak mendapatkan hak yang sama seperti yang diberikan kepada anak-anak warga negara.
Melihat situasi ini, tampak jelas bahwa isu kewarganegaraan berdasarkan kelahiran menjadi salah satu panggung utama dalam diskusi imigrasi di Amerika Serikat.
Kebijakan ini tidak hanya berpotensi menciptakan ketidakadilan terhadap sejumlah besar individu dan keluarga, tetapi juga menciptakan kekhawatiran tentang masa depan integrasi sosial dan keberagaman di tanah yang dikenal sebagai “tanah impian.”