JAKARTA – Sepasang suami istri melakukan aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021) pagi. Bom itu meledak saat umat Kristiani usai melakukan ibadah Misa Palma. Tidak ada korban tewas dari pihak Gereja, sementara kedua bomber itu tewas setelah tubuhnya hancur berkeping-keping. Lalu apakah dua sejoli itu mati syahid?
Munir alias Abu Rimba yang merupakan mantan kombatan yang menjadi salah satu tokoh pelatihan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di Jalin Jantho, Aceh, tahun 2010 lalu, menjelaskan aksi bom bunuh diri di Makassar adalah tindakan konyol.
“Bom Makassar, pasang bom di badan, apakah itu syahid? Hanya orang bodoh yang bilang itu syahid,” ujarnya di Jakarta, Selasa (30/3/2021).
Bom bunuh diri, kata Munir, adalah cara-cara yang salah besar. Bahkan langkah seperti itu hanya ingin mencari perhatian. Apalagi dilakukan di tempat ibadah.
“Kalau pendapat saya tindakan begitu jelas salah. Sepertinya mereka hanya ingin cari perhatian, sehingga gereja itu dijadikan sasaran,” katanya.
Menurut dia, pemahaman agama pelaku bom bunuh diri tersebut sudah jauh dari hakikat agama Islam yaitu Islam rahmatan lil alamin.
“Kalau mereka paham dengan Islam rahmatan lil alamin, dia tahu hukumnya melakukan tindakan bom bunuh diri. Dosa besar itu, kita membunuh orang yang nggak mendzalimi kita. Kecuali kalau orang itu sudah mengganggu kita, sudah mendzalimi umat Islam,” kata Abu Rimba.
Abu Rimba bercerita, jika dulu masuk ke jaringan teroris berawal dari niatnya menjadi relawan membela Palestina yang ditindas Israel tahun 2008 silam. Dimana saat itu, dari selebaran yang ia dapat, mengetahui Front Pembela Islam (FPI) membutuhkan relawan untuk ke Palestina. Sehingg mengikuti tes dan pelatihan FPI di Aceh Utara.
Kemudiana berangkat ke Jakarta untuk bergabung dan persiapan berangkat ke Palestina. Namun cita-citanya tidak terwujud karena gagal berangkat. Beberapa kali menanyakan keberangkatannya ke para pengurus FPI di Petamburan, tapi jawabannya tidak jelas.
“Saya kemudian diminta menunggu dan stand by di Bogor, juga tidak mendapat kepastian,” ujar dia.
Abu Rimba akhirnya memutuskan pulang ke Aceh. Dari situlah yang dikontak Yudhi Zulfahri untuk menyiapkan lahan pelatihan dan menjemput beberapa tokoh JI yang akan menggelar pelatihan di Aceh.
Yudhi Zulfahri, mahasiswa STPDN yang bergabung dengan JI dan ikut pelatihan di Jalin Jantho. Dari situlah akhirnya, Abu Rimba berkenalan dengan beberapa tokoh JI, salah satunya Dulmatin.
Ia pun terdoktrin ideologi kekerasan atas nama agama. Namun secara pribadi ia mengaku sebenarnya kurang sepakat dengan ideologi kelompok JI, terutama yang saat ingin melakukan aksi terorisme di Indonesia.
“Sejak awal saya mau bergabung, dengan motivasi melawan orang-orang atau negara yang mendzalimi Islam,” ujarnya.
Abu Rimba harus membayar mahal keterlibatannya dalam kelompok pelatihan teroris di Jalin Jantho tersebut. Ia pun harus mendekam di penjara selama tujuh tahun untuk membayar kesalahannya tersebut.
Karenanya, ia pun tidak ingin kembali ke masa lalunya dan ingin mengisi masa depannya dengan hal-hal yang bermanfaat. Untuk itu, menyarankan semua pihak, terutama generas muda, selalu waspada dengan penyebaran paham kelompok-kelompok teroris.
“Hati-hati jangan sama sekali bersentuhan dengan mereka,” katanya.