Jakarta – Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober, sejatinya memiliki makna yang luhur yaitu patriotisme dan nasionalisme. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan cermin kepribadian bangsa yang melindungi anak-anak bangsa atas perbedaan dan beragam tantangan yang muncul merongrong kedaulatan bangsa. Karenanya nilai Pancasila haruslah didalami dan dihayati seluruh elemen bangsa.
Ketua Pengurus Besar (PB) Al-Washliyah, Mahmudi Affan Rangkuti, mengatakan seluruh lapisan bangsa perlu lebih menghayati dan meneladani nilai-nilai Pancasila. Bahkan generasi senior atau baby boomers juga turut berperan mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerusnya.
“Apakah kelompok senior atau baby boomers telah menelurkan atau sudah mengajarkan dan mengimplementasikan kepada masyarakat milenial mengenai apa sih Pancasila itu? Apa kandungan nilainya dan kenapa disebut Pancasila Sakti?,” ujarnya di Jakarta, Rabu (29/9/21).
Generasi muda, lanjut Affan, harus tahu bahwa makna sakti di dalam Pancasila memiliki arti kuat, tangguh dan mampu melawan segala ancaman. Bagaimanapun, lahirnya Pancasila bukan hal yang tiba-tiba, namun buah pikiran founding fathersbbangsa yang saat itu tahu persis, bahwa bangsa ini terdiri dari banyak perbedaan suku, ras, dan agama.
Ia menjelaskan, sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa adalah nafas bagi sila-sila berikutnya yang maknanya, dalam hidup harus memiliki ketaqwaan kepada Tuhan dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
“Sependek yang saya tahu, alih pengetahuan terhadap komunikasi, informasi, edukasi mengenai nilai-nilai Pancasila masih kurang masif dilakukan. Kita perlu melakukan doktrin-doktrin dalam penguatan nilai Pancasila,” katanya.
Dengan doktrin-doktrin dan perkataan serta perbuatan yang terus-menurus diulangi kepada para generasi muda, maka lama kelamaan akan terbangun sebuah perisai. Sebaliknya, bila hal itu tidak dilakukan, maka akan mengakibatkan melemahnya pemahaman generasi muda terhadap Pancasila. Karenanya, tentu akan berbahaya dan berakibat melencengnya masyarakat kepada pemahaman-pemahaman lain, misalnya komunisme.
“Kaum milenial bisa lupa akan sejarah komunisme jika tidak disampaikan secara keberlanjutan. Dan sejarah ini haruslah diturunkan oleh generasi senior yang pernah melihat peristiwa tersebut dengan lebih masif,” ujar Affan.
Menurut dia, banyak sekali generasi yang sudah dan bahkan lupa akan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Hal tersebut sebagai kondisi yang miris dan pertanda kurang masifnya pola komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai nilai luhur bangsa termasuk dalam kurikulum pendidikan.
“Lembaga pendidikan butuh yang namanya Pendidikan Moral Pancasila. Pancasila harus menjadi satu kurikulum tersendiri, dan para pemangku kebijakan saya harap dapat membentuk satu mata ajar kurikulum yang bermateri Pancasila,” kata dia.
Tidak hanya itu, Affan juga memandang perlu peran para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menjelaskan jika Pancasila merupakan ideologi yang ampuh dan sakti dalam menangkal berbagai tantangan.
“Jadi hukumnya wajib untuk disampaikan oleh para tokoh kepada para anak didik atau kepada kelompoknya agar itu terus berjalan. Karena ini adalah sebuah warisan dari leluhur yang tidak pernah usang,” katanya.