JAKARTA – Generasi muda adalah tumpuan peradaban bangsa. Generasi muda harus menjadi generasi unggul dalam menjawab tantangan kemajuan zaman, juga dalam melawan penyebaran intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Generasi unggulan inilah yang akan menjadi modal Indonesia dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Pendakwah sekaligus Pegiat Sosial Media, Habib Jafar Al Hadar, menjelaskan intoleransi bisa sangat berdampak dalam menentukan apakah Indonesia nantinya akan sukses atau tidak saat menapak di usia satu abad Republik Indonesia (RI) tahun 2045.
“Dampak dari intoleransi, ketika anak muda Indonesia yang saat ini menjadi bonus demografi atau mayoritas dari populasi penduduk, yaitu sekitar 63%, maka bonus demografi itu akan berubah menjadi bencana demografi kalau tidak bisa dimanfaatkan dengan baik,” ujarnya di Jakarta, Senin (31/8/2023).
Ia mengutarakan, ada buku karya seorang Indonesianis bernama Benedict Anderson, judulnya “Revolusi Pemuda.” Disana disebutkan, bahwa pemuda selalu berperan utama dan penting dalam penyelesaian masalah-masalah bangsa sejak sebelum maupun sesudah kemerdekaan.
Selain itu, disana juga diungkap peran utama dan penting serta mendasar pemuda dalam memerdekakan bangsa dan memastikan kemerdekaan bangsa dengan diisi hal-hal yang positif.
Menurutnya, bonus demografi yang dirasakan Indonesia harus dikelola dengan benar agar dapat menjadi kelebihan dan bukan menjadi beban. Selain itu, bangsa Indonesia perlu mengambil pelajaran dari negara-negara lain, baik yang berhasil maupun gagal.
“Contohnya Afrika Selatan, mereka tidak bisa memanfaatkan bonus demografinya dengan baik, sehingga banyak generasi muda disana justru menjadi bencana demografi. Contoh yang sukses adalah Korea Selatan, mereka sukses mengelola anak mudanya hingga menjadi bonus demografi yang menguntungkan. Kalau Indonesia gagal mengelola anak muda ini yang jumlahnya 2/3 dari populasi rakyat keseluruhan, kita akan gagal mendapatkan manfaat dari bonus demografi tersebut,” imbuh Habib Jafar.
Dirinya lalu membayangkan, begitu banyak anak muda, tapi mereka justru menjadi beban yang negatif dan destruktif bagi bangsanya, apalagi di bidang intoleransi, radikalisme dan terorisme. Tentunya itu sangat berbahaya. Jangankan dalam jumlah yang banyak, satu anak muda saja yang terpapar intoleransi, radikalisme, atau terorisme itu bisa sangat mengerikan.
“Kalau dia sampai melakukan tindakan teror, misalnya melakukan pemboman, itu akan menjadi isu yang buruk dan kemudian akan berdampak yang buruk. Banyak hal bisa terdampak, seperti kepercayaan dunia kepada Indonesia, ekonomi negara, psikologi masyarakat, dan termasuk tercorengnya agama dari si teroris tersebut di mata orang lain,” ujar Habib Jafar.
Habib Jafar juga berpesan kepada generasi muda, supaya mencontoh para sahabat nabi yang kala itu termasuk golongan anak muda tetapi sudah bisa memberikan kontribusi bagi negaranya.
“Sayyidina Ali bin Abi Thalib, karena ketangkasannya dalam perang dan kecerdasannya dalam keilmuan, beliau unggul dalam pengembangan keilmuan serta kemiliteran, hingga kemudian beliau menjadi khalifah keempat umat Islam. Begitu juga Sayyidina Zaid bin Tsabit yang unggul dalam keilmuan, hingga beliau diangkat menjadi penulis wahyu. Sayyidina Ibnu Abbas yang juga unggul dalam keilmuan, beliau lalu diangkat menjadi penafsir pertama dalam Islam,” terangnya.
Habib Jafar menambahkan bahwa kalangan muda dari perempuan di zaman Rasulullah juga ikut memberikan kontribusi terhadap perkembangan negara dan agamanya. Salah satunya adalah Sayyidina Aisyah RA. yang unggul dalam keilmuan dan kemudian menjadi salah satu periwayat hadis terbanyak. Bahkan beberapa hadis spesial hanya bisa kita dengar dari Sayyidina Aisyah, karena hadis-hadis itu terkait hubungan Nabi dengan Sayyidina Aisyah sebagai istrinya.
Ia menyadari bahwa potensi masing-masing individu muda tentunya berbeda-beda. Namun demikian, hal tersebut bukanlah alasan untuk tidak memberikan kontribusi kepada bangsanya sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
“Kita di Indonesia, sebagai umat Islam dari kalangan anak muda seharusnya melihat apa yang kita miliki sebagai potensi untuk kita aktualisasikan sebagai kontribusi bagi bangsa, agama, kemanusiaan, dan perdamaian,” pungkas Habib Jafar Al Hadar.