Hari Raya Keagamaan, Momentum Penguatan Nilai Toleransi

Nasional1542 Dilihat

JAKARTA – Hari raya keagamaan seperti Idul Adha dan Idul Fitri, adalah momentum untuk saling berbagi kepada sesama. Ini penting, agar kaum tidak beruntung yang kesulitan ekonomi bisa mendapatkan makanan yang layak. Apalagi kondisi ekonomi yang sulit bisa menjadi pintu masuk seseorang untuk masuk pada kelompok intoleran.

Demikian dikatakan Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Bukhori Sail At-Tahiri, di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

“Mereka yang terjaring untuk masuk terkadang merasa lebih diperhatikan oleh sesama kelompoknya ketimbang masyarakat pada umumnya. Disinilah pentingnya Idul Adha yang baru saja kita rayakan kemarin sebagai wadah saling berbagi antar masyarakat, agar intensitas pengaruh kelompok intoleran bisa ditekan,” ujarnya.

“Saya setuju dengan yang berpendapat bahwa masuknya seseorang pada kelompok radikal berbasis kekerasan itu diantaranya karena kondisi ekonomi yang terpuruk, sehingga mereka lari kepada radikalisme. Hal yang demikian perlu kita perhatikan bersama,” tambahnya.

Baca Juga: Idul Adha, Ajang Memperkuat Nilai Kemanusiaan

Menurutnya, seluruh organisasi masyarakat serta lembaga keagamaan harus memperhatikan mereka yang dianggap rentan terpapar agar tidak mengikuti kelompok radikal. Salah satu caranya adalah dengan memberikan bantuan-bantuan ketika even besar keagamaan, seperti ketika bulan Ramadan dan perayaan Idul Adha. Dan itu tidak hanya buat umat Muslim, tapi seluruh bangsa Indonesia.

Ia beranggapan jika kesejahteraan umat perlu diperhatikan, sehingga mereka tidak mudah dipengaruhi. Ibadah kurban adalah salah satu cara untuk berkontribusi pada lingkup yang lebih luas dan membantu masyarakat sekitar mengakses sumber protein dari daging hewan yang dikurbankan.

Selain dibagikan pada sesama muslim, daging kurban sebenarnya diprioritaskan untuk mereka yang lemah secara perekonomiannya. Hal ini bisa berarti warga ataupun tetangga yang beragama Islam, ataupun dari agama lain. Terkadang daging kurban juga dibagikan pada mereka yang baru menyatakan keislamannya, sebagai penghibur dan bentuk bantuan.

“Salah satu hikmah Idul Kurban itu sebenarnya adalah untuk memberi kesejahteraan kepada masyarakat luas, sehingga bisa mengatasi gejala-gejala untuk menjadi eksklusif dan merasa tidak diperhatikan,” katanya.

Baca Lagi: Sekolah Damai, Upaya Ciptakan Lingkungan Pendidikan Bersih dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying

Selain itu, hari raya berkurban juga dapat menjadi jembatan penghubung komunikasi umat lintas agama. Misalnya saja, Masjid Istiqlal di Idul Adha tahun ini menerima hewan kurban dari sahabat nonmuslim.

Kiai selaku unsur pengurus Masjid Istiqlal pun menuturkan, pembagian daging kurban ini tidak terbatas hanya untuk yang muslim saja, nyatanya yang beragama lain juga ikut menerimanya. Ini menunjukkan kepedulian sosial terhadap semua kalangan, terlepas apapun agamanya.

“Mereka (yang non-muslim) juga kita bagikan, karena statusnya mereka adalah tetangga-tetangga kita yang memang berhak mendapatkan distribusi daging kurban tersebut. Selain membagikan, Masjid Istiqlal juga beberapa kali menerima bantuan atau hadiah berupa hewan kurban untuk disembelih saat Idul Adha. Ini menunjukkan cairnya hubungan antar umat beragama di Indonesia,” tambahnya.

Ia berharap, perayaan keagamaan seperti Idul Adha bisa didukung oleh semua pihak. Sebabnya, perayaan keagamaan menggerakkan roda perekonomian masyarakat di daerah-daerah.

Selain banyak masyarakat yang terbantu karena mendapatkan daging kurban, kegiatan jual beli serta distribusi hewan kurban yang serentak dilakukan dalam skala nasional dinilainya mampu memberikan efek moneter yang positif.

“Secara ekonomi juga, bayangkan distribusi hewan kurban ini di musim kurban, itu datang dari mana saja, bahkan ada sapi yang dari Bali dikirim hingga Jakarta. Di Jakarta pun dengan datangnya sapi itu berarti ekonomi hidup, dan memberikan manfaat untuk banyak kalangan yang terlibat di dalamnya, saya kira ini semua sangat positif. Mudah-mudahan, semua masyarakat, baik yang muslim ataupun lainnya di Indonesia, bisa mendapat manfaatnya,” katanya.

Sekadar diketahui, di Masjid Istiqlal dari 55 ekor sapi kurban yang diterima, 22 ekor diantaranya dari sumbangan non-Muslim, termasuk 1 ekor dari Gereja Katedral.

Kemudian di Papua Barat, Ketua Adat Suku Arfak menyerahkan 21 ekor sapi untuk kurban di Kota Manokwari. Hal sama juga terjadi di Tolikara, Pj Bupati yang notabene nonmuslim juga menyerahkan satu ekor sapi untuk kurban.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 komentar