JAKARTA – Yayasan Keluarga Penyintas (YKP) telah mengambil langkah berani dengan melayangkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya.
Dalam surat tersebut, YKP memprotes pemangkasan anggaran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang mencapai 62 persen. Pemangkasan ini sangat mempengaruhi perlindungan yang seharusnya diterima oleh korban terorisme di seluruh Indonesia.
Sekretaris Jenderal YKP, Vivi Normasari, mengatakan pemangkasan anggaran ini akan mengancam hak-hak korban terorisme, termasuk layanan medis, psikologis, dan psikososial.
“Korban terorisme seharusnya menjadi tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak-hak ini. Kelemahan dalam perlindungan ini mencerminkan kelalaian negara,” ujar Vivi dikutip pada laman Tempo, Rabu (12/2/2025).
Vivi berharap agar layanan kepada masyarakat, terutama saksi dan korban tindak pidana, tetap menjadi prioritas utama.
“Efisiensi anggaran seharusnya tidak mengorbankan layanan yang vital ini,” katanya.
Baca Juga: Deddy Corbuzier Resmi Jadi Staf Khusus Menteri Pertahanan
Melihat kembali sejarah, Indonesia telah mengalami sejumlah tragedi bom dari tahun 2000 hingga 2018, yang membuat perlindungan bagi korban terorisme semakin mendesak.
Dengan anggaran LPSK yang kini hanya tersisa Rp 88 miliar, pegawai LPSK mulai khawatir bahwa dana ini tidak akan mencukupi hingga akhir tahun.
Ketua Ikatan Pegawai LPSK, Muhammad Tommy Permana, menyatakan hampir Rp40 miliar dari anggaran tersebut telah dialokasikan untuk belanja pegawai saja.
Tommy menekankan, LPSK seharusnya diperlakukan setara dengan lembaga penegak hukum lainnya.
“Fungsi dan tugas LPSK tidak bisa dipisahkan dari penegakan hukum. Permohonan perlindungan saksi dan korban terus meningkat setiap tahun,” jelasnya.
Penurunan anggaran ini bukan hanya angka semata, ini adalah dampak nyata bagi orang-orang yang membutuhkan perlindungan.
Susilaningtyas, pimpinan LPSK, menegaskan pemotongan anggaran harus dikaji ulang agar tidak merugikan hak asasi manusia dan hak-hak korban.
“Jangan sampai pemotongan anggaran justru menghalangi pemenuhan hak-hak ini,” ujarnya.
Dengan situasi yang semakin mendesak, harapan YKP adalah agar pemerintah dan DPR kembali menilai besaran pemangkasan anggaran yang diterapkan di LPSK.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto, melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 22 Januari 2025, memutuskan untuk memangkas total anggaran belanja sebesar Rp306,6 triliun.
Dari jumlah tersebut, anggaran kementerian/lembaga menyusut menjadi Rp256,1 triliun, sementara efisiensi anggaran transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun.
Di dalam skema ini, anggaran LPSK mengalami penurunan signifikan dari Rp279 miliar menjadi Rp229 miliar, menciptakan kekhawatiran akan kemampuan lembaga ini dalam memberikan perlindungan yang seharusnya.
1 komentar