JAKARTA – Rencana Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto membeli 15 unit pesawat tempur jenis Eurofighter Typhoon bekas pemakaian Austria, membuat Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan angkat bicara.
Koalisi tersebut terdiri dari, KontraS, LBH Jakarta, Indonesian Corruption Watch (ICW), Imparsial, SETARA Institute, Public Virtue Institute, ELSAM, PILNET Indonesia, PBHI, dan Human Rights Working Group (HRWG).
Dalam keterangan tertulis, koalisi tersebut mendesak Prabowo untuk membatalkan rencana tersebut. Sebab pesawat tempur bekas Austria itu berpotensi menimbulkan masalah baru di masa mendatang.
Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan Indonesia terkesan menjadi negara pasar Alutsista bekas, karena kerapkali membeli barang bekas dari negara lain.
Karenanya, ide pembelian tersebut bakal mengulangi kesalahan di masa lalu, dimana pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) bekas alias second menimbulkan masalah akuntabilitas anggaran pertahanan.
“Yang lebih berbahaya lagi adalah penggunaannya oleh prajurit TNI menghadapi risiko terjadi kecelakaan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (30/7/2020).
Menurut Gufron, usia pesawat yang sudah memasuki hampir 20 tahun itu akan lebih memboroskan anggaran jika dibandingkan dengan mengadakan pesawat baru.
Apalagi Pemerintah Austria dikabarkan berniat mempurnatugaskan seluruh armada Eurofighter Typhoon. Bahkan Alutsista yang dibuat pada 2002 silam itu, menurut pernyataan Pemerintah Austria sudah memasuki masa inefisiensi dalam pengoperasiannya.
Oleh sebab itu, lanjut Gufron, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tidak memiliki alasan untuk membeli pesawat tersebut, baik dari aspek teknis-yuridis, aspek teknis-operasional pesawat, termasuk menimbang efisiensi anggaran negara.
“Jika rencana pembelian ini direalisasikan, maka ada potensi Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk mengoperasikan dan merawat pesawat itu,” kata dia.
Dari pernyataan Pemerintah Austria, jika mereka tetap mengoperasikan pesawat itu hingga usianya habis, mereka akan mengeluarkan kurang lebih 5 miliar Euro, dibandingkan jika mereka membeli pesawat baru yang dapat memberikan nilai efisiensi sebesar 2 miliar Euro.