JAKARTA – Penyebaran radikalisme di Indonesia yang berujung pada aksi terorisme, banyak direncanakan di indekost alias kos-kosan, bukan di masjid seperti beberapa informasi yang beredar. Hal tersebut diungkapkan mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada acara pelantikan Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sumatera Utara di Medan, Selasa (7/1/2020).
“(Saya) Tidak pernah (dengar) bahwa teror direncanakan di masjid, enggak ada. Hampir semua teror direncanakan di kos-kosan, jadi lebih berbahaya rumah kos dari pada masjid apabila berbicara radikalisme,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat menjalankan ibadah semata, namun bisa juga dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan bagi masyarakat, baik di bidang kesehatan, ekonomi, dan lainnya.
“Bagaimana masyarakat meningkatkan ekonomi lewat kebersamaan dan lewat kewirausahaan, lewat koperasi. Maka itu masjid menjadi tempat yang baik. Kita tidak ingin masjid megah tapi masyarakatnya kumuh dan miskin,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat DMI, menegaskan tidak semua masjid dan musala di Indonesia terpapar radikalisme. Oleh sebab itu, dirinya mengajak pengurus masjid dan mushalla menyiapkan dai-dai yang memiliki pemahaman agama cukup dan moderat, sebagai upaya mencegah penyebaran paham radikal.
“Saya katakan ada hampir satu juta masjid dan musala, tidak mungkin sejuta terpapar (radikalisme), jadi 99,9 persen itu aman (dari radikalisme),” katanya.
JK juga berharap, para pemuka agama turut menyebarkan opini yang baik, bahwa masjid di Tanah Air tak menganut radikalisme. Selain itu, dengan menyaring ustad-ustad memberikan tausyiah di masjid, juga menjadi langkah DMI mencegah penyebaran radikalisme di tempat ibadah.
“Mungkin ada satu hingga dua orang atau empat orang yang bicara radikal,” kata dia. [Fan]