JAKARTA – Masuknya kapal-kapal ikan Cina ke perairan Indonesia, tepatnya di Laut Natuna, memunculkan beragam reaksi. Mulai dari pengiriman nota protes ke Tiongkok melalui Duta Besar Tiongkok untuk Cina, hingga bentuk protes lainnya.
Namun yang unik adalah cara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, bakal mengirim sebanyak 120 nelayan dari wilayah pantai utara Pulau jawa (Pantura) ke perairan Natuna.
“Para nelayan dikirim agar di Natuna dipenuhi aktivitas nelayan lokal,” ujarnya di Jakarta, Senin (6/1/2020).
Menurut Mahfud, pengiriman nelayan tersebut sebagai wujud pemerintah Indonesia melindungi Natuna atas klaim pihak asing yakni Cina. Bahkan nantinya tak hanya dari Pantura saja, nelayan wilayah lain pun dikirim mencari hasil laut di Natuna.
“Mungkin pada gilirannya, daerah lain di luar Pantura untuk beraktivitas kekayaan laut mencari ikan, dan sebagainya di sana,” katanya.
Mahfud menjelaskan, nantinya para nelayan tak hanya mencari hasil laut saja. Pihaknya meminta untuk ikut menjaga Natuna dari serbuan kapal asing. Menunaikan kewajiban membela negara.
“Selain saudara menggunakan hak sebagai warga negara, juga menggunakan kewajiban membela negara, menunjukkan bahwa ini milik kami,” kata dia.
Karena itu, Mahfud menegaskan, para nelayan tak perlu khawatir keselamatan saat melaut di Natuna. Sebab, pemerintah bakal meningkatkan keamanan melalui patroli.
“Saudara akan dilindungi oleh negara. Tidak akan ada tindakan fisik yang mengancam saudara. Yang penting saudara nyaman di situ, negara nantinya akan mengawal kegiatan saudara di situ,” ujar dia.
Sementara Ketua Dewan Pengurus Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPC HNSI) Kota Tegal, Riswanto, mempertanyakan biaya pengiriman nelayan Pantura ke perairan Natuna, sebab membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit.
“Terkait perizinan kami ke sana seperti apa, fasilitas di sana seperti apa, apakah akan berbulan-bulan atau tidak, karena ini jaraknya jauh. Kami dari Jawa, itu membutuhkan biaya dan operasional yang tidak sedikit,” ujarnya.
Meski begitu, pihaknya mengaku siap dikirim ke Natuna dan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Apalagi, wilayah Kepulauan Riau itu masih bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia.
Pihaknya juga membutuhkan pengamanan dan perlindungan dari negara selama melaut di Natuna. Termasuk juga fasilitas dan kapasitas kapal yang akan mereka gunakan selama melaut di Natuna harus disiapkan dengan baik.
“Karena untuk kapal-kapal di atas 30 GT kami kan memakai BBM industri, sedangkan biaya yang kita butuhkan untuk melaut ke Natuna itu tidak sedikit. Termasuk paling besar adalah biaya operasional terkait dengan harga BBM itu,” kata dia.
Menurut Riswanto, sebelum ada pencabutan BBM bersubsidi, nelayan dari Pantura mampu berlayar dan melaut sampai ke Natuna. Namun, setelah BBM subsidi dicabut dan dibatasi hanya untuk kapal 30 GT ke bawah, kapal-kapal dengan kapasitas 30 GT ke atas menggunakan BBM industri.
“Jadi otomatis itu menambah biaya operasional yang ada. Padahal kami sifatnya adalah mencari ikan yang belum tentu dapat hasil ikannya,” ujar Riswanto.