JAKARTA – Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi disebut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima uang sebanyak Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Bendahara Umum KONI.
“Terdakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum telah menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp11.500.000.000 dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI,” ujar jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Imam Nahrawi menerima uang melalui Asisten Pribadi Menpora, Miftahul Ulum terkait proposal dana hibah pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Asian Games dan Asian Para Games 2018. Dengan nominal pengajuan sebanyak Rp51,5 miliar.
Guna mempercepat proses pencairan dana hibah Kemenpora, Deputi IV Kemenpora, Mulyana meminta Ending berkoordinasi Ulum terkait komitmen fee yang harus diberikan KONI Pusat kepada pihak Kemenpora.
Sehingga untuk menindaklanjuti permintaan tersebut, Ending bertemu Ulum membahas komitmen fee sebesar 15-19 persen dari total dana hibah Rp51,5 miliar. Ulum lalu memberikan catatan siapa saja dari Kemenpora yang akan diberikan jatah.
“Sebagai realisasi atas kesepakatan tersebut, sekitar akhir bulan Januari 2018, bertempat di ruangan kerja Ending Fuad Hamidy di kantor KONI Pusat, terdakwa menerima sebagian uang fee sejumlah Rp500 juta dari Ending Fuad Hamidy untuk Imam Nahrawi,” kata jaksa.
Menurut Jaksa, Imam Nahrawi memberikan disposisi kepada Mulyana untuk ditelaah dan dilanjutkan kepada Asisten Deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan tim Verifikasi guna dilakukan penelitian layak tidaknya diberikan bantuan dana kepada KONI. Selain itu, Imam juga mendisposisi proposal kepada Ulum.
Pada Maret 2018, Ulum kembali menerima uang Rp2 miliar dari Ending di Kantor KONI. Kemenpora lalu menyetujui dana hibah yang diberikan Rp30 miliar dari yang diajukan KONI sebesar Rp51,5 miliar.
Usai proposal dana hibah disetujui dan dicairkan ke KONI, Ending Fuad menyerahkan Rp9 miliar untuk Imam Nahrawi melalui Ulum. Dengan rincian Rp3 miliar diberikan oleh Johnny E Awuy kepada orang suruhan Ulum, Arief Susanto di kantor KONI Pusat. Kemudian Rp3 miliar yang ditukar dolar USD 71,400 dan SGD 189,000 diberikan oleh Ending Fuad melalui Atam kepada Ulum di Lapangan Golf Senayan. Lalu Rp3 miliar yang dimasukkan dalam amplop-amplop coklat dan dimasukkan dalam beberapa kardus kertas A4 diberikan oleh Ending Fuad kepada Ulum di Lapangan Bulu Tangkis Kompleks Kemenpora.
Selain itu, lanjut Jaksa KPK, sekitar bulan Juni 2018, Mulyana juga menerima bagian fee Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy melalui Johnny E Awuy di Kemenpora.
“Mulyana juga menerima mobil Toyota Fortuner VRZ TRD warna Hitam Metalik seharga Rp489.800.000 dari Ending Fuad Hamidy,” kata Jaksa.
Selanjutkan, untuk proposal dukungan KONI Pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi Tahun 2018. KONI mengusulkan usulan dana Rp16,4 miliar dan kemudian perbaikan usulan dana menjadi Rp21 miliar.
Proposal kemudian disetujui Rp17 miliar, Ulum bertemu Ending Fuad di Kemenpora membahas penerimaan komitmen fee yang ditulis sebuah kertas. “Dalam daftar tersebut diantaranya tertulis inisial “M” yaitu Menteri (atau terdakwa) sejumlah Rp1,5 miliar, “Ul” yaitu Ulum sejumlah Rp500 juta, “Mly” yaitu Mulyana sejumlah Rp400 juta, “AP” yaitu Adhi Purnomo sejumlah Rp250juta, dan “Ek” yaitu Eko Triyanta Rp20 juta,” ujar Jaksa.
Sebelum menyerahkan, KPK telah menangkap tangan Ending dan Johnny saat memberikan kepada Mulyana.
Atas perbuatan itu, Imam didakwa bersalah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.