JAKARTA – Kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, kini semakin meluas.
Tersangka yang sudah ditetapkan KPK ini, tidak hanya mencakup Rita, tetapi juga menyeret nama prominent dalam organisasi Pemuda Pancasila (PP), seperti Ketua Umum Japto Soerjosoemarno dan Wakil Ketua Umum, Ahmad Ali.
Pada Selasa, 4 Februari 2025, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah kediaman Ahmad Ali di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, diikuti dengan penggeledahan di rumah Japto Soerjosoemarno di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Dari tempat tinggal Ahmad Ali, KPK berhasil menyita barang bukti elektronik, beberapa tumpukan uang pecahan rupiah dan asing, serta beberapa barang berharga lainnya. Sementara itu, di rumah Japto, sebelas mobil mewah, dokumen, uang, dan barang bukti elektronik juga disita.
Baca Juga: Kemajuan BNPT dalam Pengelolaan Laporan Keuangan dan Pencegahan Terorisme di Tahun 2024
Menurut laporan, aliran uang yang diduga merupakan hasil gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang Rita mengalir ke elite Pemuda Pancasila, menunjukkan adanya keterkaitan yang lebih besar dalam kasus ini.
Investigasi KPK mengungkap fakta bahwa penyidikan sebelumnya juga melibatkan pengusaha batu bara, Said Amin, yang merupakan Ketua Pemuda Pancasila Kalimantan Timur.
Dalam penggeledahan terhadap Said, KPK menemukan dan menyita belasan mobil terkait kasus ini. Hingga kini, KPK telah mengumpulkan 536 dokumen dan menyita 104 kendaraan, termasuk 72 mobil dan 32 sepeda motor.
Berdasar data, sejumlah kendaraan tersebut terdaftar atas nama orang lain, termasuk perusahaan dan keluarga dekat Rita, seperti Endri Erawan, yang merupakan manajer Timnas Indonesia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa aset-aset tersebut digunakan untuk menutupi jejak uang hasil tindak pidana yang dilakukan.
Rita Widyasari, bersama dengan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 16 Januari 2018.
Mereka diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi yang nilainya mencapai Rp436 miliar, dari berbagai proyek dan izin yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Hasil gratifikasi tersebut digunakan untuk membeli kendaraan, tanah, dan berbagai bentuk harta lainnya. Rita kini menjalani hukuman penjara selama 10 tahun di Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah terbukti menerima gratifikasi senilai Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar.
Kasus ini berlanjut dengan keterlibatan mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju, di mana Rita masih berstatus sebagai saksi. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Japto Soerjosoemarno maupun Ahmad Ali mengenai penggeledahan dan keterlibatan mereka dalam kasus ini. KPK terus melakukan investigasi untuk mengungkap jalinan kasus ini lebih jauh.
Dengan semakin banyaknya nama yang terlibat, kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas para pejabat di Indonesia, khususnya dalam hal penegakan hukum dan pencegahan korupsi. KPK diharapkan dapat menuntaskan penyidikan ini dengan transparan untuk memastikan keadilan bagi masyarakat.
1 komentar