JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berharap dapat melibatkan anak dalam melawan isu terorisme, mengingat aksi terorisme mulai mengincar generasi muda khususnya milenial dan Gen Z.
Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak Kemen PPPA, Endah Sri Rejeki, mengatakan dalam aksi terorisme anak adalah korban, sehingga masuk dalam kelompok rentan.
Oleh sebab itu, Kemen PPPA melihat anak justru dapat dilibatkan sebagai agen perubahan untuk mengajak dan melakukan edukasi kepada teman sebayanya, sehingga tidak terpapar paham radikal dan mencegah aksi terorisme.
Dia menjelaskan, anak dan organisasi Forum Anak, memiliki hak yang harus dipenuhi oleh seluruh pihak, salah satunya hak berpartisipasi dalam segala proses kehidupan di masyarakat. Untuk itu, pemerintah membentuk Forum Anak sebagai wadah partisipasi anak di 34 provinsi, 458 kabupaten atau kota, 1.625 kecamatan, dan 2.694 desa atau kelurahan.
“Demi mengoptimalkan potensi anak sebagai agen perubahan dengan memahami keberagaman, menghindari paham radikalisme, berkontribusi mencegah aksi terorisme, serta menciptakan kedamaian dalam hidup bermasyarakat,” ujarnya di Jakarta, Minggu (18/4/2021).
Sementara, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Kondisi Khusus, Elvi Hendrani, mengatakan anak yang terjerat tindakan terorisme merupakan korban dari pengasuhan maupun lingkungan yang salah. Tidak hanya itu, banyak dari mereka yang sulit diterima kembali di masyarakat.
“Anak pelaku tindak terorisme merupakan korban harus dibina. Seringkali mereka dianggap sebagai manusia tidak berguna, membuat sengsara, dan harus dibinasakan. Bahkan harus berganti identitas agar mereka mendapatkan haknya kembali,” kata dia.
Amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Negara memiliki tugas penting untuk melindungi anak-anak korban terorisme. Dalam UU tersebut, dijelaskan dengan melakukan edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme, konseling tentang bahaya terorisme; rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial.
Untuk menjalankan hal tersebut, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, butuh kerja sama seluruh pihak bahkan anak itu sendiri untuk bergerak menyelamatkan dan melindungi anak dari ancaman terorisme.
“Mari bersama ubah cara pandang kita bahwa di luar sana ada anak-anak yang harus kita selamatkan, mereka adalah generasi penerus bangsa. Baik anak pelaku, anak korban, maupun anak saksi, sesungguhnya mereka adalah korban,” katanya.