JAKARTA – Koordinasi dan kolaborasi antar negara, terutama Indonesia-Belgia wajib diperlukan dalam menjawab ancaman terorisme yang dinamis, dan hadir dengan berbagai macam bentuk kompleksitas yang dihadapkan pada kesulitan dan tantangan seperti isu Pejuang Teroris Asing, termasuk sarana untuk penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi (PRR).
Demikian dikatakan Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar saat melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama Coordination Unit for Threat Analysis (CUTA) Belgia di Kantor Kementerian Dalam Negeri Belgia di Brussels, Belgia, Kamis (9/5).
“Tantangan global dan regional saat ini, dan lanskap terorisme yang terus berubah menuntut negara-negara untuk berkoordinasi dan berkolaborasi dengan lebih baik, sebagai sarana untuk tanggapan yang efektif. Untuk itu, saya yakin MoU ini menjadi salah satu sarana untuk menjawab tantangan tersebut,” ujarnya di rilis BNPT di Jakarta, Minggu (12/6).
BNPT yang mewakili negara Indonesia dan CUTA Belgia sepakat untuk bekerja sama dalam penanggulangan terorisme melalui tukar menukar informasi, analisis strategis dan juga praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan kedua negara. Berbagai pertemuan di tingkat pakar dan pejabat tinggi, juga menjadi agenda.
Menurut Boy, penandatanganan MoU tersebut merupakan momen penting mengingat penanggulangan terorisme tidak bisa dilakukan sendiri oleh sebuah negara.
“Tidak ada satu negara pun dapat menanggulangi terorisme sendirian, sehingga kerjasama internasional harus dilakukan. Tantangan global dan regional serta perubahan lanskap terorisme menuntut kita untuk bekerjasama dalam mendapatkan langkah tindak yang efektif,” kata dia.
Indonesia dan Belgia, lanjut Boy, disaat bersamaan sedang menghadapi ancaman terorisme yang akan berdampak pada gangguan keamanan, kesejahteraan, dan pembangunan negara.
Baca Lagi: Ini Peran Empat Petinggi Khilafatul Muslimin yang Diamankan Kepolisian
Meskipun tantangannya mungkin tidak serupa, namun penandatanganan MoU memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Belgia untuk berbagi pelajaran, dan praktik terbaik dalam mengatasi tantangan tersebut.
“Sementara Belgia menghadapi isu meningkatnya ekstremisme sayap kanan, Indonesia pada saat yang sama menghadapi masalah kelompok ekstremis, menyebarkan dogma agama dengan mengganti Ideologi Negara Indonesia Pancasila,” katanya.
“Jika dibiarkan, tantangan-tantangan ini akan berdampak pada gangguan keamanan, kesejahteraan, dan pembangunan negara kita di masa depan,” tambahnya.
Sementara, Menteri Dalam Negeri Belgia, Annelies Verlinden, menjelaskan Belgia dan Indonesia telah beberapa kali dihadapkan dengan aksi-aksi terorisme, sehingga kerja sama yang maksimal harus dilakukan untuk menghadapi terorisme dan ekstremisme.
“CUTA Belgia memiliki banyak keahlian di bidang analisis ancaman dan telah terkenal secara internasional, tentunya hal ini akan sangat mendukung dalam implementasi kerjasama ini,” kata dia.
Terorisme dan ekstremisme merupakan idelogi transnasional yang melampau batas negara. Pihak Belgia yang berada di Benua Eropa dan menjadi anggota Uni Eropa sangat mendukung terlaksananya implementasi MoU ini dapat terselenggara dengan baik.
“Terorisme dan ekstremisme melampaui batas negara. Kami mendukung lebih banyak kerja sama dengan Eropa dan internasional, dan kami juga menjaga hubungan baik dengan mitra-mitra asing kami. Hubungan yang baik diperlukan untuk lebih memahami situasi satu dengan lainnya. Mulai hari ini, kami sekarang juga secara resmi bekerja sama dengan Indonesia dalam kerangka ini,” ujar Kepala CUTA Belgia, Gert Vercauteren.
5 komentar