BANDUNG – Di tengah situasi dunia yang diwarnai persaingan geopolitik dan fragmentasi ekonomi, negara-negara berkembang perlu terus menyuarakan peningkatan kerja sama untuk kemajuan bersama.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, Pahala Nugraha Mansury, dalam High Level Conference Peringatan 60 tahun United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang diselenggarakan di Bandung.
Dikutip pada situs Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Kamis (16/5/2024), Pahala Nugraha menyampaikan lima poin utama yang perlu diperhatikan dalam menyusun agenda pembangunan global jangka panjang.
Pertama, perlunya penguatan integrasi dan kerja sama ekonomi. Menurut Pahala, jumlah hambatan dagang telah meningkat hampir 3 kali lipat sejak tahun 2019. Peningkatan tersebut bisa akibatkan pengurangan GDP global sebesar 7 persen dalam jangka panjang.
Secara khusus, Wamenlu sampaikan kekhawatiran atas maraknya hambatan dagang dengan dalih lingkungan hidup atau green protectionism.
Oleh karena itu,UNCTAD diharapkan dapat berperan dalam menganalisa kebijakan diskriminatif ini dan dampak negatifnya terhadap negara berkembang.
Kedua, transisi energi berkeadilan dan transformasi ekonomi, dari bahan bakar fosil memerlukan sumber daya mineral kritis yang dimiliki oleh banyak negara berkembang.
Pahala menjelaskan,negara berkembang harus memperoleh manfaat maksimal dari pengolahan sumber daya mineral tersebut, melalui pengolahan yang dapat meningkatkan nilai tambah dan menjadikannya bagian penting dari rantai pasok global.
Untuk itu, Indonesia mendukung pembentukan UN Secretary General’s Panel on Critical Energy Transition Minerals (CETM). Diharapkan UNCTAD, sebagai co-lead dalam panel tersebut, dapat membawa perspektif negara berkembang dan memastikan keseimbangan antara hak pembangunan (right to development) dan keberlanjutan lingkungan.
Ketiga, memastikan akses terhadap pendanaan dan teknologi yang menjadi pendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan dan transisi berkeadilan.
Negara berkembang memerlukan investasi sebesar 4 kali lipat sampai 2030 untuk capai net zero economy. Untuk itu, perlu mobilisasi pendanaan, baik dari pemerintah maupun pihak swasta, termasuk pembiayaan inovatif.
Ia menambahkan, perlunya dukungan pengembangan teknologi untuk negara berkembang, termasuk untuk pemrosesan mineral kritis, pengembangan energi terbarukan, dan semikonduktor. Dalam hal ini, UNCTAD dapat berikan dukungan dengan menyediakan tenaga ahli maupun pengembangan kapasitas.
Keempat, membangun rantai pasok yang lebih kuat. Situasi di Timur Tengah telah sebabkan disrupsi rantai pasok yang dapat memicu inflasi, kerawanan pangan, dan penurunan pertumbuhan bagi negara-negara berkembang.
Untuk itu, perlu penguatan dan diversifikasi rantai pasok, termasuk mencari alternatif sumber energi, pangan, dan komoditas lainnya; pengembangan teknologi untuk dukung produksi dalam negeri; serta pembangunan infrastruktur untuk perkuat konektivitas.
Kelima, kerja sama pembangunan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan melalui kerja sama pembiayaan, pengembangan kapasitas, serta pengembangan dan transfer teknologi.
Terkait ini, UNCTAD dapat terus memainkan perannya dalam memperkuat kerja sama pembangunan tidak hanya antara negara maju dengan negara berkembang, tetapi juga dalam kerangka kerja sama Selatan-Selatan.
Pahala menjelaskan, 69 tahun lalu di Bandung (pada Konferensi Asia-Afrika), para pemimpin dunia mendorong kerja sama antar bangsa untuk kemajuan ekonomi dan sosial berdasar kesetaraan, kedaulatan, dan kepentingan bersama.
“Semangat ini perlu terus kita dorong dalam penyusunan agenda pembangunan ke depannya,” katanya.
Diketahui, UNCTAD yang pendiriannya diinspirasi oleh semangat Konferensi Asia-Afrika di Bandung tersebut, diharapkan dapat terus mendukung dan menyuarakan berbagai kepentingan negara berkembang.
Salah satu wujud nyata kerja sama Indonesia dan UNCTAD adalah penyelenggaraan Workshop di Bandung pada tanggal 15 Mei 2024 tentang perumusan kebijakan transisi energi yang adil dan berkelanjutan, yang dihadiri para peserta nasional dan internasional dari berbagai latar belakang.
Kementerian Luar Negeri akan terus konsisten mendorong agar UNCTAD memberikan dukungan nyata bagi pembangunan.