JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly membentuk tim independen pencari fakta kembalinya Harun Masiku, terduga penyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Dimana beberapa waktu lalu beredar kabar jika Harun berada di Singapura, namun belakangan Ditjen Imigrasi mengakui Harun telah berada di Indonesia sejak tanggal 7 Januari 2020.
Pembentukan tim independen yang terdiri dari Cyber Crime Polri, Kementerian Kominfo, Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN), serta Ombudsman menuai kritik Indonesia Corruption Watch (ICW).
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menilai upaya Yasonna tersebut sudah tidak relevan lagi. Sebab, beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan HAM itu menyebut Harun masih berada di Singapura dalam upaya pelarian sebagai DPO Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pembentukan tim tersebut tidak akan mengurangi penilaian publik bahwa Kemenkum HAM telah menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya,” ujarnya di Jakarta, Selasa (27/1/2020).
Menurut Kurnia, yang terpenting saat ini adalah bagaimana menangkap Harun, tersangka dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI asal partai PDI Perjuangan.
“Hal terpenting saat ini adalah bagaimana KPK segera bekerja, menemukan dan menangkap Harun Masiku,” katanya.
Ia berharap laporan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari 19 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan terlapor Yasonna Laoly, karena diduga merintangi upaya KPK mengungkap kasus Harun Masiku, segera diproses.
“Ini penting, agar ke depan tidak ada lagi pihak-pihak yang keliru datanya, apalagi ini sangat terkait dengan proses hukum yang sedang berjalan di KPK,” kata dia.
Sebelumnya, untuk menepis tuduhan seolah memberikan kebohongan atas kembalinya Harun ke Indonesia, Menteri Yasonna membentuk tim independen yang bakal menyelidiki kekeliruan data informasi tersebut.
“Supaya jangan dari saya, nanti ‘oh Pak Menteri kan bikin-bikin aja, bohong-bohong’. Saya pikir saya belum terlalu tolol-lah untuk melakukan separah itu,” katanya.
Ia berdalih, jika informasi yang disampaikan terkait Harun, ada kesalahan teknis sehingga terjadi keterlambatan data dari sistem informasi manajemen keimigrasian.
“Ada memang kesalahan data yang karena kesalahan teknis,” ujar dia.
“Saya sudah minta kenapa itu delay masuk ke server kami, berpedoman pada data karena Harun masuk terminal 3, pulang dari terminal 2, karena kan beda pesawat,” Yasona menambahkan.