Menyerang balik Propaganda Kekerasan dengan Narasi Cinta dan Perdamaian

Nasional473 Dilihat

JAKARTA – Aksi terorisme dalam bentuk bom bunuh diri kembali terjadi di Polsek Astana Anyar, Bandung, pada hari Rabu (7/12/2022) lalu. Perilaku keji itu tatkala selalu berlindung di balik narasi jihad. Namun, harus diakui bahwa narasi jihad, kafir, dan thagut kini telah mengalami banyak distorsi dan pergeseran makna yang menyebabkan maraknya praktik intoleransi, kekerasan, hingga teror.

Aktivis di Gerakan Islam Cinta, Habib Husein Ja’far Al Hadar, mengutuk keras aksi teror yang terjadi tersebut. Dirinya menyebut, aksi keji itu merupakan musuh kemanusiaan, sebagai akibat dari kesalahpahaman dan propaganda atas nama agama yang disalahtafsirkan.

“Aksi teror itu adalah musuh kita bersama, apapun agamanya. Karena mereka melawan kemanusiaan itu sendiri dan bahkan yang paling mendasar mereka melawan kemanusiaan dirinya sendiri,” ujarnya di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Dirinya melanjutkan, tatkala para pelaku terorisme juga merupakan korban yang diperdaya oleh kelompok tertentu, dengan janji semu kemuliaan dunia dan akhirat sebagai hasil pengorbanannya kepada sang Ilahi. Sehingga perlunya meluruskan kembali narasi keliru tentang esensi jihad.

“Kita tidak ingin mereka dibodohi melalui propaganda seperti itu. Kita sayang kepada mereka (kelompok radikal), maka kita ingin merangkul mereka, bahwa bukan itu cara mendapatkan kemuliaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tapi caranya adalah dengan menegaskan bahwa semakin beragama seseorang, maka semakin besar juga cintanya kepada orang lain,” katanya.

Ia menjelaskan berbagai upaya nyata yang bisa dilakukan semua pihak guna meluruskan kembali nilai-nilai kemanusiaan, toleransi dan kebhinekaan yang kerap didistorsi maknanya, sehingga memicu munculnya bibit radikal dan terorisme.

“Kenapa mereka bisa menjadi teroris? Karena mereka dipapar terus menerus oleh ideologi teror atas nama agama, suku, dan lain sebagainya. Oleh karena itu tugas kita untuk mencegah itu adalah memapar balik mereka dengan nilai-nilai cinta dan perdamaian,” kata dia.

Habib Jafar menyebut konten yang tidak moderat, kini tiga kali lipat jauh lebih menguasai perbincangan di media sosial (medsos) daripada konten moderat. Oleh sebab itu, menyerang balik narasi radikal kekerasan dengan paparan narasi cinta dan perdamaian harus dilakukan.

“Bangsa ini akan mampu menang dari radikalisme dan terorisme yang mengancam kedaulatan dan persatuan bangsa,” ujar dia.

Menurutnya, paparan konten dan narasi yang dibangun oleh kelompok radikal sejatinya perlu menjadi perhatian, baik dari segi kuantitas besarnya konten dan narasi yang didiseminasikan, maupun kualitas narasinya yang mampu mengambil hati penerimanya.

“Perlu adanya perlawanan balik melalui konten dan narasi moderat dengan isi maupun kuantitas yang lebih besar,” katanya.

Untuk itu Habib Jafar menilai, pemerintah serta tokoh harus hadir bekerjasama dan berperan dalam rangka mencegah dan membongkar pola pikir serta pergerakan kelompok radikal ditengah masyarakat. Sebab, sekecil apapun aksi terorisme merupakan masalah besar yang harus menjadi perhatian semua pihak.

“Tokoh berperan untuk dua hal. Pertama, memberikan doktrin tentang toleransi karena suara mereka didengar. Kedua, membatasi ruang gerak mereka dengan mengawasi dan melaporkan sekecil apapun pergerakan kelompok tersebut,” kata dia.

Habib Jafar berharap pemerintah juga turut hadir dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada rakyatnya, baik melalui upaya preventif maupun tindakan tegas terhadap sekecil apapun aksi yang mengancam keutuhan bangsa.

“Negara harus hadir memberikan rasa aman kepada masyarakat. Dengan hadir secara nyata melalui tindakan preventif maupun tindakan terhadap aksi yang ada dan siapa saja yang mengancam toleransi umat. Kerjasama anatra umaro dan ulama itu menjadi kunci untuk kita menghadapi problem ini,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *