JAKARTA Tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 TNI Angkatan Udara (AU), menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Hal terlihat pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Selasa (8/2).
Permohonan praperadilan itu diajukan tertanggal 2 Februari 2022 dengan nomor perkara 10/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Dimana pemohon praperadilan tertulis atas nama Jhon Irfan Kenway.
Tidak dirincikan, apakah Jhon Irfan Kenway adalah nama lain Irfan Kurnia Saleh, tersangka KPK dan juga Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (PT DJM).
Akan tetapi Jhon Irfan Kenway dalam permohonan praperadilannya memposisikan diri sebagai tersangka KPK yang meminta agar hakim tunggal praperadilan mencabut status tersangkanya.
Selain itu, Jhon Irfan meminta kepada hakim untuk mencabut surat permintaan blokir nomor R-1032/23/11/2017 dan surat nomor R-1032/23/11/2017 tertanggal 13 November 2017 dan/atau surat pemblokiran lainnya terhadap seluruh aset pemohon dan aset ibu kandung pemohon;
“Menyatakan tidak sah pemblokiran uang negara sebesar Rp139,43 miliar pada rekening ascroo acount PT Diratama Jaya Mandiri,” bunyi permohonan yang terunggah pada SIPP PN Jaksel.
Oleh karena itu, Jhon Irfan juga meminta agar hakim PN Jaksel memerintahkan termohon (KPK) mencabut pemblokiran uang negara sebesar Rp139,43 miliar pada rekening ascroo acount PT Diratama Jaya Mandiri untuk dan tetap dikuasai oleh pemegang kas TNI Angkatan Udara.
Dugaan Korupsi Heli AW-101 TNI Sempat Disetap
Sebelumnya, lembaga antirasuah mengkaji kembali kasus dugaan korupsi pengadaan heli AW-101 TNI AU yang telah disetop. Bahkan membuka opsi untuk mengkaji kasus ini dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun Jaksa Agung, ST Burhanuddin, mengatakan belum membahas hal tersebut.
“Untuk kami sendiri belum, untuk alutsista yang dipertanyakan kami belum sampai ke sana,” ujarnya.
Burhanuddin mengatakan, pihaknya tak ingin mendahului KPK dalam mengungkap dugaan korupsi heli AW-101.
“Karena informasinya ditangani oleh KPK, jadi tentunya kami tidak bisa saling mendahului,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, mengaku sudah bertemu dengan beberapa pejabat struktural mengenai penanganan kasus tersebut.
Pihaknya berjanji akan mengumumkan hasilnya ke publik apabila sudah menemukan titik terang.
“Jadi kalau saya masih berusaha mempelajari. Sudah kami, sudah ketemu beberapa pejabat struktural yang membidangi tapi memang belum tuntas. Nanti ada saatnya kita akan mengumumkan setelah semuanya saya pahami,” katanya.
Awal Mula Dugaan Korupsi Heli AW-101
Kasus tersebut bermula saat TNI AU menyatakan helikopter Super Puma untuk VVIP akan diganti dengan jenis dan merek terbaru, karena sudah usang. Peremajaan helikopter kepresidenan itu sudah diusulkan sejak lama dan pengadaannya masuk dalam rencana strategis (renstra) II TNI AU tahun 2015-2019.
Pada 6 Juni 2018 lalu, KPK memeriksa mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal (Purn) Agus Supriatna.
Agus mengatakan, persoalan itu tidak akan muncul apabila pihak ‘pembuat masalah’ paham betul akan aturan yang ada.
“Sebetulnya dari awal dulu saya tidak pernah mau bikin gaduh, (tidak) mau bikin ribut permasalahan ini. Karena AW-101 ini harusnya teman-teman juga tahu. Coba tanya kepada yang membuat masalah ini, dia tahu tidak UU APBN? Tahu tidak mekanisme anggaran APBN itu seperti apa? Kalau tahu, tidak mungkin melakukan hal ini,” ujarnya.
Akan tetapi, pengusutan kasus tersebut belum kunjung selesai hingga kini. Padahal lembaga antirasuh telah menjerat pihak swasta atas nama Irfan Kurnia Saleh.
Tak hanya pihak swasta, ada beberapa dari TNI AU ditetapkan tersangka, namun diusut Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Akan tetapi, kabar terakhir menyebutkan bila perkara di Puspom TNI itu dihentikan, sehingga status tersangka lima prajurit pun gugur.
Kelima prajurit tersebut yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), Kolonel Kal FTS selaku Kepala Unit Pelayanan dan Pengadaan, Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas, Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu, dan Marsda SB sebagai asrena KSAU.
Puspom TNI Hentikan Kasus Dugaan Korupsi Heli AW-101
KPK sendiri terakhir belum mengetahui pertimbangan penghentian kasus itu di Puspom TNI.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan pihaknya akan meminta tim penyidik untuk memaparkan hasil penyidikannya terkait kasus pengadaan heli AW 101 TNI AU. Nantinya, akan diketahui berapa saksi yang sudah dipanggil dan alat bukti apa saja yang sudah didapatkan.
“Ketika di sana dihentikan, tentu cantolannya menjadi tidak ada kita. Ini kan penyelenggara negara, tapi nanti pasti akan kami kaji, kalau kami masih meyakini bahwa dari transaksi itu terjadi kerugian negara, kita bisa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain, kejaksaan atau kepolisian untuk menangani,” katanya di Jakarta, Rabu (29/1/2021).
Hal ini menjadi permasalahan karena KPK wajib mengusut perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara negara. Sedangkan untuk perkara ini penyelenggara negara yang sejatinya ada di TNI AU telah dihentikan penyidikannya.
Karena itu, KPK hanya mengusut pihak swasta yakni Irfan Kurnia Saleh. Lembaga antirasuah akan melakukan koordinasi dengan pihak TNI terkait kasus tersebut.