Oman Fathurahman: Khalifah, Pengemban Kemaslahatan dan Keadilan

Nasional8 Dilihat

JAKARTA – Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN), Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman, mengatakan dalam tradisi Islam, kata Khalifah memiliki dua makna. Secara umum, manusia sebagai khalifah di muka bumi dan secara khusus yakni dimaksudkan dalam konteks pengganti Nabi Muhammad sebagai pemimpin agama dan Negara.

Meski makna mengalami pergeseran makna, namun secara substatif yang tidak boleh hilang adalah khalifah sebagai pengemban kemaslahatan dan keadilan. Karenanya, semua pemimpin Indonesia harus bisa mewujudkan hal tersebut, sebagaimana menjalankan praktik agama.

“Harus dipahami sebagai bagian dari komitmen dalam mewujudkan kemaslahatan bernegara. Inilah sesungguhnya substansi makna khalifah dalam konteks manusia Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Sejatinya, lanjut Oman, sebagai umat Islam harus mencontoh sikap Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan. Namun dalam konteks kepemimpinan Rasulullah bukan khalifah (pengganti), akan tetapi pemimpin yang digantikan oleh para sahabatnya.

“Nabi Muhammad adalah khalifah dalam konteks sebagai manusia sempurna, yang harus diteladani,” katanya.

Ia menyatakan bahwa sebagai warga negara Indonesia dan umat beragama yang baik, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan menghormati sesama. Apalagi para pendiri bangsa ini juga terdiri dari wakil kelompok agama yang sangat beragam di Indonesia, yang mana mereka sudah sepakat untuk menjalankan ajaran agama masing-masing di bawah sistem pemerintahan yang disepakati, yakni Pancasila dan UUD 1945.

Kerusakan ataupun pertikaian di bumi dan lingkungan sosial yang tidak harmonis, kata Oman, tak serta merta menghilangkan status manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebab setiap manusia bertanggung jawab terhadap kedamaian di muka bumi.

“Dalam sejarah manusia ada yang berhasil mewujudkan kemaslahatan disimbolkan oleh Habil. Yang gagal disimbolkan Qabil,” kata dia.

Oman menjelaskan, apabila seseorang melakukan tindakan yang mengatasnamakan agama, kemudian berdampak pada rusaknya tata nilai kemanusiaan atau bertujuan untuk merusak kesepakatan bersama sebagai sebuah bangsa, maka hal tersebut berarti tidak menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah.

“Untuk itulah, cara pandang keagamaan yang moderat perlu dikedepankan, yakni cara pandang, sikap, dan praktik keagamaan yang lebih menekankan pada substansi ajaran, tidak ekstrem, tidak berlebih-lebihan,” ujar Oman.

Menurutnya, cara paling efektif mengajak masyarakat menangkal ideologi lain yang bertentangan dengan prinsip NKRI, adalah dengan memberikan contoh berbuat adil dan wujudkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sesungguhnya lima sila dalam Pancasila, lanjut Oman, telah merepresentasikan keseluruhan nilai kekhalifahan yang disebut dalam teks-teks agama, khususnya al-Qur’an.

“Kalau Pancasila itu bisa diwujudkan secara paripurna oleh para pemimpin kita, saya yakin tidak akan ada lagi pemikiran untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *