JAKARTA – Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono menegaskan perintah siaga tempur di Papua bukanlah operasi militer. Perintah ini diberikan menyikapi perkembangan terakhir penyerangan Kelompok Separatis Teroris (KST) yang berakibat tewasnya sejumlah prajurit TNI di Nduga, Papua.
Yudo mengatakan, penetapan siaga tempur berarti perintah siaga kepada pasukan TNI untuk bersiap bila sewaktu-waktu diserang.
“Siaga tempur itu kan untuk pasukan kita sendiri supaya siaga sewaktu-waktu diserang. TNI ini kan harus selalu siaga pasukan itu, walaupun kita melaksanakan dengan sangat,” ujarnya Jakarta, Rabu (26/4/2023).
Yudo menjelaslan, untuk operasi teritorial dan operasi komunikasi sosial diterapkan pada kondisi masyarakat yang kerawanannya tidak tinggi, tapi khusus daerah-daerah tertentu yang kerawanan tinggi maka prajurit harus siaga tempur.
“Itu kan penekanannya bukan operasi militer. Jadi, jangan jangan dipelesetkan itu operasi militer, bukan, belum operasi militer. Siaga tempur itu untuk menumbuhkan naluri militer pada para prajurit,” kata dia.
Ia memastikan bahwa itu bukan operasi yang sifatnya ofensif atau menyerang melainkan defensif atau pertahanan. Namun pasti, pasukan harus siap jika berada di daerah yang kerawanannya tinggi untuk siaga tempur.
“Bukan, bukan ofensif, kita tetap defensif. Tapi mereka harus siap karena memang di daerah yang kerawanannya tinggi, sehingga harus siaga tempur tadi,” kata Yudo.
Oleh karena itu, menurut Yudo, prajurit yang berada di sana tetap stand by atau siaga dan tetap melaksanakan operasi. Sementara 16 prajurit yang selamat dari operasi sebelumnya, Yudo mengatakan bahwa mereka sudah kembali ke pos masing-masing.
Yudo juga memastikan bahwa tidak ada lagi jumlah prajurit yang meninggal dunia pada operasi terakhir, sebagaimana yang disampaikan Kapuspen TNI.
“Enggak (ada yang meninggal lagi). Sudah semua kan kemarin, sudah disampaikan Pak Kapuspen,” ujar dia.