Perjuangan Palestina, Perjuangan Nasionalisme Rakyat

Nasional5 Dilihat

SUKOHARJO – Perjuangan Palestina hendaknya dibaca sebagai gerakan nasionalisme rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai negara yang berdaulat. Oleh karena itu, jika isu konflik digeser dalam politik identitas dengan framing solusi keagamaan, tentu patut diwaspadai. Apalagi jika narasi yang dimainkan adalah khilafah sebagai solusi Palestina.

Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Muayyad Windan Sukoharjo, Mohammad Dian Nafi, mengatakan menyusupkan wacana khilafah ke dalam perjuangan (nasionalisme) Palestina, justru menjauhkan rakyat Palestina dari pokok permasalahan yang sedang dihadapi dan menjadi hak mereka sebagai bangsa, yaitu mencapai kemerdekaan dan terbebas dari penjajahan.

“Bangsa Palestina sedang berjuang untuk memulihkan kedaulatan politiknya sebagai bangsa yang merdeka. Untuk perjuangan itu penumbuhan kerukunan kebangsaan Palestina tentu menjadi keniscayaan,” ujarnya di Sukoharjo, Selasa (25/5/2021).

Perjuangan politik sebagai bangsa, lanjut Nafi, merupakan spirit persatuan sesama warga bangsa Palestina, yang tentunya berhak untuk hidup bermartabat bersama bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian, gagasan khilafah yang sejak awal menolak nasionalisme malah mengaburkan pokok perjuangan bangsa Palestina.

Ia menjelaskan, ada tiga cara utama untuk mensterilkan perjuangan nasionalisme Palestina dari narasi khilafah dan politik identitas.

membuka diri kepada realitas perjuangan bangsa, yakni di dalam bangsa Palestina saat ini terdapat beberapa faksi yang belum sependapat. Karena adanya hal tersebut, bangsa Palestina mengalami kesulitan menyelenggarakan urusan keamanan dan kesejahteraan bagi penduduknya sendiri.

“Apalagi negara-negara arab tetangganya, juga belum sepakat melangkah secara sinergis dan efektif untuk membantu Palestina,” kata dia.

Ia mencontohkan, perjuangan bangsa Indonesia berjuang bermodalkan spirit yang disebut nasionalisme. Setelah merdeka, spirit tersebut menjadi semangat kebangsaan yang bersifat mengisi kemerdekaan dengan perjuangan untuk mencapai tujuan nasional.

Selanjutnya, konsolidasi warga bangsa ke dalam strategi terpadu dalam memahami masalah-masalah antarbangsa. Warga bangsa Indonesia perlu menyatukan diri ke dalam strategi terpadu untuk ikut mendukung perjuangan bangsa Palestina.

“Politik luar negeri bebas aktif yang dirintis Wakil Presiden pertama Republik Indonesia (Mohammad Hatta) tentunya merupakan pilihan terbaik di dalam mewujudkannya,” kata Nafi.

Oleh karena itu, konsep khilafah yang menolak gagasan nasionalisme tidak cocok digunakan sebagai upaya perjuangan membantu Palestina ataupun digunakan di Indonesia sendiri. Karena yang diperjuangkan oleh para ulama Indonesia bersama-sama semua pendiri bangsa ketika merdeka dulu, adalah kesadaran untuk hidup rukun, adil dan bermartabat.

Dalam situasi saat ini juga harus waspada, karena tidak tertutup kemungkinan adanya susupan provokasi. Untuk menghindarkan diri hal tersebut, ada beberapa strategi yang berguna, di antaranya menyadari bahwa setiap bangsa memiliki hak untuk merdeka sebagai sebuah bangsa.

“Hal itu dapat dicapai melalui kerukunan kebangsaan yang kokoh dan kerukunan kebangsaan tidak menjadi perhatian dari konsep khilafah,” ujarnya.

Selanjutnya, menyerap pelajaran penting dari strategi para rasul dalam membangun akhlak umat. Yang mana hal itu bermula dari persaudaraan kebangsaan, ajakan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, gerakan kemakmuran bersama, dan pola sikap reflektif agar tidak bertindak berlebihan.

Kemudian, gagasan-gagasan yang memperparah perpecahan haruslah selalu dihindarkan. Gagasan khilafah di Timur Tengah sendiri banyak ditolak, sebagiannya karena memicu perpecahan di kalangan masyarakat dan mengendurkan kepatuhan kepada pemerintah yang sah.

“Kebutuhan pokok bangsa Palestina saat ini adalah penguatan kerukunan nasional dan konsolidasi pemerintahan sebagai modal pokok perjuangan menuju kemerdekaannya,” ujar dia.

Ia menambahkan, terbuka untuk mempelajari sejarah pasang surut perjuangan bangsa Palestina sendiri. Terbukti bangsa Palestina berada di puncak pencapaian pada saat mereka bersatu sebagai sebuah bangsa, mampu mengakomodasi keragaman rakyatnya, dan berhasil menegakkan supremasi kepemimpinan nasional.

“Dalam situasi itu Palestina berkemudahan untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya,” katanya.

Terakhir, di era modern dukungan internasional lebih mudah didapatkan jika suatu perjuangan kebangsaan benar-benar mewakili seluruh elemen bangsa. Politik identitas memperuncing perbedaan primordial di masyarakat.

“Dan ekses dari gagasan Khilafah itu adalah menguatnya politik identitas, maka gagasan sistem khilafah justru menjauhkan pencapaian cita-cita persatuan nasional Palestina,” kata Nafi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *