JAKARTA – Warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD, yang menyebutkan lahan yang mereka tempati tak tergarap selama ini.
Masyarakat tersebut berani membuktikan, bahwa keberadaan mereka di pulau itu sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.
Seorang warga Rempang, Awangcik, mengatakan salah satu bukti bahwa masyarakat telah menempati pulau tersebut adalah data pemilu.
Menurut dia, selama ini masyarakat yang berdomisili di pulau itu selalu masuk dalam pendataan pemerintah untuk pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
“Kalau mereka bilang (Pulau Rempang) tidak ada penghuni, kok data pemilu ada, suara kami kan sampai ke Jakarta, kami ikut nyoblos kok,” ujarnya dikutip dari Tempo, Kamis (14/9/2023).
Awangcik menegaskan, dirinya sudah ada di Pulau Rempang sejak lahir. Pria berusia 63 tahun tersebut pun siap membuktikan jika orang tua hingga kakek dan neneknya juga sudah menempati pulau itu. Bahkan, mereka dimakamkan di pulau tersebut.
“Kalau mau cek, mari saya ajak kemakam orang tua saya,” kata Awangcik.
Sebelumnya, Mahfud MD menjelaskan, pemerintah memberikan hak guna usaha atas Pulau Rempang pada tahun 2001-2002 kepada sebuah perusahaan. Hanya saja, sebelum investor masuk, tanah di Pulau Rempang itu belum digarap dan tidak pernah dikunjungi.
“Tanah Rempang itu, sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Mahfud menambahkan, Surat Keterangan (SK) hak guna usaha tersebut telah dikeluarkan pada tahun 2001-2002 secara sah.
Hingga kemudian, pada tahun 2004 dan seterusnya, menyusul dengan beberapa keputusan, tanah di Pulau Rempang itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati.
Masalah baru muncul ketika di tahun 2022 ada investor yang akan masuk. Pemegang hak guna usaha kemudian datang untuk mengecek tanah di Pulau Rempang. Tetapi ternyata, tanah tersebut telah ditempati oleh masyarakat.
Soal status tanah di Pulau Rempang, Mahfud menyinggun, adanya kekeliruan perizinan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah pusat yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Ketika tahun 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak guna itu datang kesana, ternyata tanahnya sudah ditempati. Maka kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian LHK. Nah, lalu diluruskan sesuai dengan aturan bahwa itu masih menjadi hak, karena investor akan masuk,” kata Mahfud.