GARDANASIONAL, JAKARTA – Munculnya fenomena diskontinuitas (ketidaksinambungan) generasi saat ini terhadap nilai dan norma tentang masa lalu harus disikapi secara serius. Apalagi jika menyebabkan lunturnya nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa. Karenanya, penguatan dan pengamalan wawasan kebangsaan dalam masyarakat sangat penting, guna menangkal ideologi radikalisme dan terorisme.
Sekretaris Jenderal Suluh Kebangsaan, Alissa Wahid, mengatakan paham ini bukan hal baru atau berasal dari luar, namun berbahaya karena interpretasi agamanya yang sempit.
“Contoh seperti al wala wal bara’, itu tidak boleh berteman dengan yang berbeda, padahal negara kita ini penuh keberagaman,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Oleh karena itu, kata Alissa, perlu adanya keseimbangan sebagai warga negara dan umat beragama. Apalagi saat ini yang dihadapi adalah pemuka agama yang menggunakan agama untuk mengikis rasa kebangsaan. Karena itu, perlu diajak bekerjasama. Seperti di NU, mengenal trilogi ukhuwah yakni, ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basariyah.
“Beragama dengan tetap menjunjung keberagaman,” katanya.
Menurutnya, ada tujuh kelompok strategis yang perlu dilibatkan dalam mengguatkan wawasan kebangsaan untuk menangkal radikalisme-terorisme, di antaranya birokasi, TNI-Polri, media massa, ekosistem pendidikan, masyarakat sipil termasuk di dalamnya organisasi berbasis agama, sektor private dan para pelaku bisnis, dan Partai Politik (Parpol).
“Khusus parpol ini penting, karena dalam pemilihan langsung terhadap posisi-posisi di pemerintahan baik pusat dan daerah, sentimen agama ini berbahaya jika kemudian dipakai dalam kontestasi politik,” kata dia.
“Jadi partai politik melalui parlemen perlu membangun regulasi, sehingga tidak ada politisi yang menggunakan sentimen agama untuk menarik simpati publik,” Alissa menambahkan.
Pemerintah, lanjut Allisa, sangat berperan penting terutama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sebagai garda terdepan mengatasi isu radikal terorisme. Karena itu, harus memiliki strategi nasional dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
“Tugas BNPT memastikan muatan-muatan yang dibawa oleh berbagai elemen masyarakat adalah muatan yang tepat. Bukan hanya seminar atau event-event tertentu, tetapi benar-benar berhadapan dengan situasi di akar rumput,” ujar dia.
Selama ini ada kesalahan penanaman wawasan kebangsaan di masyarakat, kata Alissa, dimana lebih kepada hafalan ketimbang pengamalan. Sehingga, dengan adanya media sosial (medsos), penanaman wawasan kebangsaan harus disertai contoh di kehidupan sehari-hari, sebab tanpa contoh bakal menimbulkan kegamangan.
“Inilah yang membuat anak-anak muda mudah menyerap ideologi-ideologi lain dari medsos,” katanya.
Sebagai Koordinator Nasional GUSDURian Network Indonesia, dalam menyikapi isu-isu kebangsaan kerap menggunakan tiga landasan, yakni spiritualitas, kemanusiaan, dan keadilan. Selain itu, mengklaim turut melakukan kampanye keberagaman dan kebersatuan.
“Saat ini Gus Durian juga sedang mengembangkan modul parenting untuk keluarga dalam mencegah ekstrimisme berbasis kekerasan,” ujar Alissa.