JAKARTA – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono menyampaikan penggantian atau rotasi pasukan di Papua, yang telah bertugas selama kurang lebih satu tahun, masih dipersiapkan.
Pasukan terkena rotasi itu mencakup 31 prajurit yang bertugas di Mugi-mam, Kabupaten Nduga, Papua, yang selamat dari baku tembak dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) pada 16 April lalu.
“Tiga puluh satu orang tersebut sudah hampir memasuki satu tahun penugasan. Penggantinya sudah disiapkan. Selanjutnya, (mereka) akan ditarik bersama personel lain yang memasuki (masa tugas) satu tahun,” ujarnya di Jakarta, Rabu (26/4/2023).
Meski demikian, Julius belum dapat menyampaikan kapan rotasi akan berlangsung karena tim baru yang akan dikirim ke Papua masih dipersiapkan.
“Kami menunggu kesiapan tim baru, karena masih preparing (persiapan),” katanya.
Sebelumnya, saat di Timika, Papua, beberapa waktu lalu, Panglima TNI, Laksamana TNI Yudo Margono menyampaikan akan ada rotasi pasukan di Bumi Cenderawasih, terutama untuk prajurit yang telah bertugas selama kurang lebih satu tahun.
Yudo menegaskan, tidak ada penambahan pasukan dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) di Papua setelah insiden baku tembak antara TNI dan KKB di Mugi-mam, Kabupaten Nduga.
“Tidak ada penambahan pasukan, yang ada adalah rotasi, termasuk pasukan ini hampir setahun bertugas. Tentunya, ini akan kami tarik dan rotasi dengan pasukan yang baru,” kata dia.
Di lokasi yang sama, Yudo mengatakan rotasi itu juga menjadi bentuk penyegaran dan meningkatkan semangat prajurit.
“Tentunya, pasukan yang sudah lama bertugas mungkin moralnya turun, ya kami ganti dengan yang baru,” ujar dia.
Terkait alutsista, Yudo menegaskan tidak ada penambahan alat-alat berat dan persenjataan. Alutsista yang digunakan untuk operasi di Papua saat ini adalah helikopter untuk mengangkut logistik dan evakuasi medis di daerah-daerah yang lokasinya cukup berat dilalui dengan angkutan darat.
“Kami tidak menambah alutsista, alutsista yang ada untuk angkutan,” kata Yudo.
Sementara itu, pengamat militer Institute For Security & Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, menilai kebijakan Panglima TNI merotasi pasukan yang bertugas di Papua merupakan langkah tepat.
Ia menjelaskan rotasi pasukan dapat meminimalkan potensi kecerobohan dan kelalaian akibat turunnya kewaspadaan jika masa tugas terlalu lama.
“Concern panglima kemarin itu tidak ada penambahan pasukan, hanya penggantian pasukan, itu saya sepakat, karena penggantian ini yang lebih penting,” kata Khairul Fahmi.
Menurut dia, rata-rata masa tugas satuan yang ditempatkan di Papua, termasuk Satuan Tugas (Satgas) Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 321/Galuh Taruna, selama hampir satu tahun itu masih terlalu lama.
“Menurut saya, itu terlalu lama durasinya. Harus lebih pendek supaya mereka tetap dalam kondisi waspada, meminimalkan potensi kecerobohan karena kurang waspada, karena mereka merasa sudah familiar dengan medan, paham situasinya; sehingga ada kecenderungan untuk lalai,” jelasnya.
Dia menilai masa tugas yang ideal ialah selama enam bulan. “Saya kira enam bulan, (lalu) diganti. Jadi, mereka tetap dalam kondisi moral dan psikologis yang bagus. Mereka berangkat dalam kondisi prima, pulang juga dalam kondisi yang prima,” ujar Khairul Fahmi.