JAKARTA – Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Imam Pituduh, mengungkapkan keberatannya akan klaim kelompok radikal yang menyebut bahwa khilafah adalah solusi persoalan kebangsaan dan global, termasuk jalan keluar atas segala persoalan ekonomi.
“Khilafah bukanlah solusi, tapi justru menjadi desepsi, delusi, destabilisasi, dan degradasi bangsa. Mereka jelas-jelas musuh agama dan musuh negara,” ujarnya di Jakarta, Jumat (25/11/2022).
Dalam konteks ekonomi, kata Imam, sejatinya masyarakat sudah punya kekuatan ‘Ekonomi Pancasila’ yang berbasis spirit gotong royong dan membumi serta dijiwai dengan nafas keislaman yang ramah, damai, dan toleran.
“Founding fathers bangsa kita telah meletakkan dasar-dasar bernergara dengan benar sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Kita sudah bernegara dengan baik dan benar. Nggak perlu tengak tengok lagi,” katanya.
Gus Imam menilai, banyaknya kemunculan narasi ini dituding sengaja disebarkan, semata-mata guna menyesatkan masyarakat, mengaburkan komitmen nasional, mengganggu stabilitas nasional, serta membangun ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara negara.
“Berbagai upaya political engineering, cultural engineering, economic engineering, dan security engineering secara terbuka maupun tertutup telah dan akan terus dilakukan oleh pihak asing, dalam rangka menegosiasikan kepentingan mereka, terutama untuk merebut dan menguasai seluruh pundi kekuasaan, pemerintahan dan sumberdaya alam,” kata dia.
Hak tersebut menjadi kondisi yang tidak boleh untuk dibiarkan. Karena kalau dibiarkan, hal ini dikhawatirkan mempengaruhi opini, stabilitas publik, serta kerentanan terhadap imunitas ideologi Pancasila, yang akan mempercepat datangnya bencana bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
“Gerakan serta jaringan khilafah di Indonesia, akan memicu kerentanan dan kerawanan terhadap imunitas ideologi Pancasila. Selanjutnya bila kerentanan dan kerawanan berkepanjangan yang dibiarkan akan mempercepat datangnya mala petaka bagi kehidupan kebangsaan dan Kenegaraan Indonesia,” ujar dia.
Khilafah yang diusung kelompok radikal, bukanlah solusi atas problema kebangsaan. Tentunya gerakan kelompok tersebut bertentangan dengan spirit Islam yang sebenarnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan dan tidak pernah mencontohkan untuk membuat negara Islam.
Sebaliknya, Rasulullah SAW justru membangun Negara Madinah (Negara Peradaban) yang ramah, damai, toleran dan menjamin keberagamaan dengan harmoni.
Dikatakan Gus Imam, konsensus dasar Bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945, sudah sangat-sangat Islami dan sesuai dengan spirit Islam yang rahmatan lil alamiin, sehingga tidak perlu diragukan lagi.
“Solusi atas berbagai problematika yang sedang kita hadapi bukanlah khilafah. Tetapi meneguhkan kembali Pancasila dan menggerakkan semangat gotong royong dan kebhinnekaan yang sudah sesuai dengan jiwa Taawun dan Tasamuh dalam Islam,” ujarnya.
Gus Imam menilai, maraknya narasi khilafah yang berkembang menjadi tanggungjwab banyak pihak. Pasalnya, hal ini terjadi karena masih banyak ruang ruang kosong dakwah keislaman yang ramah, damai dan toleran serta dakwah ke Indonesiaan yang bhinneka, yang tentunya harus diintensifkan dan dimasifkan.
Bukan hanya itu, dirinya juga mendorong agar semua pihak mampu bekerjasama, guna mencegah, membendung dan memberantas radikalisme, liberalism, ekstremisme dan terorisme. Termasuk pemerintah untuk lebih peduli dan tak boleh abai dengan berbagai pergerakan yang berpotensi merugikan masa depan bangsa dan negara.
“Pemerintah harus segera keluarkan larangan terhadap penyebaran ideologi, dan gerakan yang bertentangan dengan ideologi pancasila. Segera keluarkan inpres tentang gerakan nasional pencegahan radikalisme dan intoleransi. Segera konsolidasikan lintas kementerian dan lembaga untuk mewaspadai,” ujar Imam.
Sedangkan untuk tokoh agama dan tokoh masyarakat, Gus Imam mengimbau untuk segera mengisi ruang ruang kosong dengan dakwah keislaman yang rahmatan lil alamiin, dakwah keberagamaan yang ramah, damai dan toleran serta nilai-nilai keindonesiaan yang bhinneka.
Karena hal ini menurutnya guna mendorong deteksi dini dan meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai narasi, gerakan, serta jaringan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
“Karena acuh tak acuh adalah kecerobohan yang merugikan. Tumbuhkan kehidupan beragama yang ramah damai dan toleran. Serta tingkatkan Pendidikan toleransi sejak dini,” kata Imam mengakhiri.