Silaturahmi, Urai Kebencian dan Intoleransi

Nasional0 Dilihat

JAKARTA – Budaya silaturahmi pada Idul Fitri menjadi momen penting, guna saling mengenal dan berkomunikasi satu sama lain. Sehingga kesalahpahaman dan sentimen buruk dapat hilang oleh keberkahan silaturahmi.

Silaturrahmi juga dipercaya menjadi jembatan untuk saling mengenal terhadap hal yang berbeda, karena kebencian dan mengebalkan imunitas dari paham intoleransi dan radikalisme.

Demikian dikatakan Dai Milenial, Habib Husein Ja’far Al Hadar, di Jakarta, Sabtu (14/5).

“Silaturahmi itu didalamnya bukan hanya ada pemaafan dan pemberian maaf, tapi ada kesepahaman, kesalingkenalan satu sama lain. Sehingga karena kenal itu masalah menjadi terurai dan kalaupun ada masalah menjadi termaafkan,” ujarnya di Jakarta.

Ia menilai, budaya silaturahmi yang berkembang di Nusantara ini perlu untuk terus dilestarikan, guna disamping menjaga kearifan lokal juga menjadi momen untuk lebih memahami esensi ajaran agama.

Dijelaskannya, dalam salah satu sabdanya Nabi Muhammad SAW mengatakan “terlaknat orang yang memutus silaturahmi”. Bahkan Nabi Muhammad pun memuji orang-orang yang saling memaafkan, sehingga menjadi pahala bagi yang menjaga tali silaturahmi dan dosa bagi yang mengutusnya.

Habib Jafar juga menyinggung terkait enggannya generasi muda untuk ikut menjalin dan membangun silaturahmi. Hal ini akibat pola pikir para pemuda yang pragmatis dalam melihat hubungan.

“Kalau tidak ada hubungan bisnis atau tidak ada kepentingan di antara mereka untuk bertemu ya nggak bertemu,” kata dia.

Baca Lagi: Begini Jawab Ruhut Sitompul, Usai Dilapor ke Polisi Gara-gara Posting Meme Anies Baswedan

“Itu yang membuat mereka enggan melakukan silaturahmi. Justru hubungan-hubungan yang berbasis kultural itu yang menjadi kekuatan bagi mereka termasuk dalam bisnis,” lanjutnya.

Saat ini justru forum silaturahmi seperti forum motor bersama, forum mobil, atau forum hobi bisa menjadi bagian dari silaturahmi. Hal tersebut tumbuh  dari kesadaran pada kesamaan hobi atau kesamaan fashion.

“Sehingga perlu membentuk media media komunikasi baik secara online maupun offline untuk menjadi ruang publik yang sehat bagi masyarakat, yang akhirnya bisa mengobrol secara terbuka tanpa ada kebencian, tanpa ada prasangka, dan lain sebagainya,” katanya.

Silaturahmi Perlu Diajarkan ke Generasi Muda

Aspek yang lebih besar keuntungan silaturahmi bukan hanya bagi kedua belah pihak, tapi bagi umat dan bangsa. Karena itu, perlu diajarkan kepada generasi muda, pertama bahwa silaturahmi bisa membuat kedua belah pihak saling memahami, sehingga masalah menjadi terurai,” ujar dia.

“Kedua, membuat kedua belah pihak saling belajar satu sama lain sehingga saling menambah ilmu,” lanjutnya.

Ketiga, membuat kedua belah pihak membuka peluang-peluang untuk bekerjasama dalam hal-hal bersifat positif dan konstruktif. Misalnya ketemu di satu kafe duduk bersama silaturahmi, akhirnya ada hal positif dan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak untuk dikerjakan bersama.

“Bukan hanya kedua belah pihak, tetapi juga bagi umat dan bangsa. Itulah pentingnya silaturahmi,” katanya.

Menurut dia, perlu adanya peran para tokoh agama dan tokoh masyarakat, dalam menjaga dan saling mengingatkan, guna memperkuat ukhuwah atau persaudaraan kebangsaan melalui tali silaturahmi.

“Tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat berperan dalam menyadarkan tentang pentingnya silaturahmi sebagai masyarakat. Menginisiasi terbentuknya forum-forum silaturahmi diantara mereka,”ujarnya.

Bulan Syawal,  seharusnya menjadi bulan atau momentum bagi seluruh umat dan masyarakat untuk berkumpul dan saling bertemu, guna saling bersatu dan saling mengenal terhadap hal-hal yang selama ini dianggap berbeda.

“Para tokoh agama serta tokoh masyarakat menjadi penyadar sekaligus menjadi sosok yang mempertemukan, mempersatukan umat, karena adanya kewibawaan dari si tokoh agama dan tokoh masyarakat  tersebut,” kata dia.

Ia berharap segenap umat agar budaya silaturahmi tidak hanya dilakukan pada saat Idul Fitri, tetapi berkepanjangan. Sehingga di tengah perbedaan tetap berfokus kepada kebersamaan, sehingga persatuannya tidak tercerai berai di tengah perbedaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar