JAKARTA – Perkembangan teknologi informasi (TI) dan dunia siber ibarat pedang bermata dua. Satu sisi perkembangan TI membuka peluang ekonomi baru di dunia digital, namun disisi lain dimanfaatkan para pelaku terorisme melancarkan aksinya. Karena itu, perlu upaya bersama agar hal tersebut dapat dihindari.
Demikian disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius pada penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) antara BNPT dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Suhardi mengatakan, kerjasama dengan BSSN sangat penting, sebab gerakan radikal terorisme saat ini telah menggunakan ruang siber guna menyebarkan pemahamannya. Karena itu pihaknya membutuhkan bantuan BSSN melakukan identifikasi dan mencari solusi bersama untuk mengatasi ancaman terorisme di ruang siber.
“Hari ini, kami mengadakan penandatangan MoU antara BNPT dan BSSN sekaligus perjanjian kerjasama antara Deputi II BNPT dengan Deputi Identifikasi BSSN,” ujarnya.
Menurut Suhardi, BSSN merupakan lembaga negara yang bertanggung jawab untuk keamanan ruang siber. Olehnya itu, dengan peran yang sangat signifikan, maka BNPT ingin bekerja sama mentransfer informasi, pengetahuan, kompetensi,dan lain sebagainya.
“Karena BSSN juga mengurusi masalah infrastruktur siber dan teknologinya. Salah satunya itu berhubungan dengan BNPT untuk counter terorisme di dunia siber,” katanya.
Tak hanya BSSN, pihaknya juga bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) khususnya terkait penutupan akun yang menjadi ranah kementerian tersebut.
“Dalam hal ini BSSN adalah leading sector dalam pengamanan infrastruktur siber dari serangan teroris,” kata dia.
Sementara Kepala BSSN, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian, mengapresiasi MoU yang dilakukan antara BNPT dan pihaknya. Menurutnya, infrastruktur kritikal bisa saja menjadi target serangan teroris.
“Sistem infrastruktur kritikal adalah semua objek vital nasional yang berbasis elektronik dan tersambung dengan internet, dan itu bisa saja jadi menjadi target serangan teroris,” katanya.
Selain infrastruktur kritikal, potensi ancaman lain yang perlu diwaspadai adalah penyebaran radikalisme di ruang siber. Sebab bisa saja digunakan untuk mempercepat proses indoktrinasi seseorang kepada paham radikalisme dan terorisme melalui internet.
“Disitulah kita nanti sharing informasi, sharing pengetahuan dan keterampilan di bidang siber juga dengan rekan-rekan di BNPT,” katanya.