JAKARTA – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono, angkat bicara terkait kritik Imparsial terhadap pernyataan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI, Laksda Kresno Buntoro, atas kasus Mayor Dedi Hasibuan yang mengeruduk Polrestabes Medan Sumatera Utara pada Kamis (10/8/2023) lalu.
“Pada saat ini, bantuan hukum yang diberikan Dinas (Pakum yang beracara di pengadilan) tidak ada penolakan dari hakim pada semua level pengadilan, baik pidana maupun perdata. Terima kasih,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (12/8/2023).
Julius juga memberikan file Petunjuk Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Lingkungan TNI. Aturan ini disahkan dengan keputusan Panglima TNI nomor KEP/1089/XII/2017 tanggal 27 Desember 2017.
Pada poin 12 huruf c, tertulis siapa saja keluarga prajurit/PNS TNI yang bisa menerima bantuan hukum. Di sana tertulis istri/suami, anak, janda, orang tua, mertua, saudara kandung, ipar, hingga keponakan. Berikut bunyinya: Janda/Duda, orang tua, mertua dan saudara kandung/ipar serta keponakan Prajurit/PNS TNI diajukan langsung secara perorangan oleh Prajurit TNI dan PNS TNI serta diketahui Dan/Kasatker.
Kemudian poin 13 huruf b dan c tertulis mengenai ketentuan bantuan hukum bagi keluarga prajurit TNI. Berikut bunyinya: poin 13 b. Dalam hal permohonan bantuan hukum dari Prajurit TNI dan PNS TNI beserta keluarganya berlawanan dengan kepentingan dinas TNI, maka bantuan hukum diberikan kepada para pihak secara berimbang dengan tetap mengutamakan kepentingan dinas TNI.
Pada poin 13 c disebutkan dalam penyelesaian perkara khusus yang mendapat perhatian masyarakat, pemberian bantuan hukum dapat dilaksanakan oleh Tim yang anggotanya terdiri atas perwira hukum Babinkum TNI dan Angkatan serta Advokat di luar TNI.
“Tambahan bahwa perwira hukum TNI tetap dapat beracara di pengadilan. Persyaratannya: perwira hukum itu mempunyai kualifikasi serta dilengkapi dengan surat perintah, surat kuasa khusus, surat dari instansi TNI tentang permohonan beracara penasihat hukum TNI, kelengkapan tersebut dileges di kepaniteraan pengadilan,” jelas Julius.
“Kita sudah lama beracara di pengadilan, baik pidana maupun perdata,” lanjutnya.
Sebelumnya, Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan pihaknya memandang, pernyataan Kababinkum TNI yang menyatakan anggota TNI dapat memberi bantuan hukum bagi prajurit TNI dan keluarga, menunjukkan bahwa Kababinkum tidak memahami secara komprehensif aturan hukum terkait peran TNI dalam proses penegakan hukum.
“Hal itu dapat dilihat dari adanya pemahaman yang salah dan keliru terhadap beberapa aturan terkait bantuan hukum” ujarnya.
Imparsial membenarkan bahwa setiap orang tanpa terkecuali prajurit TNI dan keluarga prajurit TNI berhak mendapatkan bantuan hukum.
Hak atas bantuan hukum merupakan bagian dari hak asasi manusia, pada pasal 7 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menjamin persamaan kedudukan di muka hukum dan Pasal 16 dan Pasal 26 International Covenant on Civil and Political Rights (Konvensi Hak Sipil dan Politik) yang pada intinya menjamin bahwa semua orang berhak atas perlindungan dari hukum.
Namun secara khusus bagi lingkungan TNI, jaminan bantuan hukum kembali ditegaskan dalam pasal Pasal 105, 215 dan 216 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang pada intinya adanya jaminan bantuan hukum bagi tersangka yang diadili di peradilan militer maupun koneksitas.
Jaminan tersebut juga kembali ditegaskan UU TNI dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f yang menyatakan “prajurit dan prajurit siswa mendapatkan rawatan dan layanan kedinasan meliputi.. (f). bantuan hukum”. Selanjutnya Pasal 50 ayat 3 “keluarga prajurit memperoleh layanan kedinasan meliputi.. (c). bantuan hukum”.
“Kami memandang, keseluruhan pasal yang disebutkan di atas harus dipahami sebagai adanya jaminan negara kepada siapapun termasuk prajurit TNI dan keluarga prajurit TNI untuk memperoleh bantuan hukum,” kata dia.
“Jika dicermati, tidak ada yang menyebutkan adanya pemberian kewenangan kepada prajurit TNI untuk dapat memberikan pendampingan/bantuan hukum dalam lingkup (yurusdiksi) peradilan selain peradilan militer dan peradilan koneksitas,” jelas Gufron melanjutkan.
Hal tersebut harus digarisbawahi oleh Kababinkum mengingat keterangan yang disampaikan oleh Kababinkum terkait dengan kasus Mayor Dedi Hasibuan yang mengaku sebagai pendamping hukum keluarganya di Polrestabes Medan, Sumatera Utara.
Imparsial juga mengkritisi dasar hukum Kababinkum yang merujuk pada SEMA No. 2 Tahun 1971, yang sebenarnya melarang prajurit TNI menjadi penasihat hukum di peradilan umum.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat juga menyatakan bahwa pemberi bantuan hukum tidak boleh berstatus pegawai negeri atau pejabat negara, yang bertentangan dengan status anggota Angkatan Perang.
Mereka menekankan harus adanya evaluasi dan tindakan lebih lanjut oleh pemerintah dan Panglima TNI untuk mengatasi kerancuan hukum ini, termasuk revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Sekadar diketahui, Imparsial merupakan salah satu LSM yang bergerak di bidang mengawasi dan menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.