JAKARTA – Pancasila sebagai ideologi bangsa, sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Karenanya, para ulama yang berasal dari kalangan organisasi massa (ormas), seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah baiknya menyampaikan hal tersebut.
“Pancasila yang sudah selesai, tinggal dijalankan saja dalam kehidupan berbangsa sehari-hari. Para dai dan ulama juga harus menyampaikan itu kepada umatnya saat berdakwah, agar tidak menjadi perdebatan lagi di publik,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI), Imam Addaruqutni, di Jakarta, Kamis (17/9/2020).
Ia mengaku, di kalangan masyarakat dan umat masih ada saja yang membicarakan dan memperdebatkan hal tersebut. “Itu yang membuat sepertinya jadi agak kisruh juga di kalangan masyarakat,” ujarnya.
Addaruqutni menambahkan, di legislatif saat ini masih terdapat pro-kontra tentang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Padahal seharusnya Pancasila tak dipermasalahkan lagi.
“Saya berharap para politisi di DPR tidak membahas yang sudah final itu,” kata dia.
Bila Pancasila masih dipertentangkan dengan agama, maka wawasan-wawasan kebangsaan yang dimiliki elemen bangsa, tidak terkecuali misalnya para dai masih setengah-setengah.
“Sekarang tinggal dakwahnya yang harus dijalankan kepada para dai atau ulama dalam membumikan Pancasila itu kepada umatnya,” katanya.
Menurutnya, tidak perlu khawatir timbulnya redikalisme di Indonesia, apabila Pancasila dihayati dan diamalkan. Namun demikian perlu ada kewaspadaan.
“Perlu waspada, tanpa harus mengkontraskan antara Pancasila dengan agama itu sendiri,” ujar dia.
Untuk terus menumbuhkan nilai-nilai Pancasila, pemerintah misalnya melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus terus mempererat tali silaturahmi bersama para dai dan ulama untuk menyatukan pandangan visi kebangsaan.
“Pertama, (harus) ada media untuk mengelaborasikan hal itu. Kedua, semakin banyak dai dan ulama diajak bicara, sehingga semakin mapan pula visi dan misi kebangsaan,” ujarnya.