GARDANASIONAL, JAKARTA – Pengamat militer Universitas Padjadjaran, Muradi, menghimbau seluruh warga negara, baik sipil maupun pemerintah untuk mewaspadai terhadap aksi terorisme di rentang waktu 15 Desember 2019 hingga 15 Januri 2020.
“15 Desember sampai 15 Januari. Kalau melihat pola mereka, itu kan momentumnya. Berkurang aktivitasnya mendekati Natal, habis itu bisa naik lagi. Saya kira pola belum berubah,” ujarnya di Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Menurutnya, teror tersebut bisa saja tak hanya terjadi di Jakarta. Bahkan ada daerah yang bisa menjadi sasaran. Sebab saat ini jaringan terorisme yang diprediksi akan melakukan aski-aksinya itu juga telah mengubah pola sasaran.
“Sasaran teror tak lagi terfokus pada banyaknya jumlah korban melainkan siapa yang menjadi sasaran mereka,” katanya.
“Kalau dulu pengen besar kaya misal bom Bali. Ini engga. Mereka (teroris) mencoba menusuk satu atau dua orang, tapi yang terkenal,” Muradi menambahkan.
Ia menambahkan, untuk target sasaran akhir tahun dan menjelang tahun baru, bisa saja seorang pejabat publik. “Bisa jadi bukan tempat ibadah lagi tapi target personal. Orang yang dianggap punya media coverage, teror entah ditusuk atau apa,” kata dia.
Senada dengan Muradi, Pengamat Intelejen, Ridlwan Habib, juga meminta semua pihak memperpanjang sikap waspada terhadap aksi teror menjelang akhir tahun dan memasuki awal tahun 2020. Apalagi ada kecenderungan pola seperti yang sempat terjadi pada aksi bom Thamrin awal tahun 2016 lalu. Dimana saat itu semua pihak telah waspada sejak Desember 2015. Namun justru tak terjadi apapun.
“Justru serangan terjadi pada 11 Januari, saat hampir semua pihak menurunkan kewaspadaan mereka terhadap aksi teror yang dilakukan oleh para terorisme,” ujar dia.
“Jangan sampai kita hanya fokus pada tanggal-tanggal krusial, misal tanggal 25 Desember atau 31 Desember dan 1 Januari,” Ridlwan menambahkan.
Menurutnya, serangan teroris tak bisa lagi diprediksi, apakah berupa serangan teror bom bunuh diri atau serangan lainnya. Aksi-aksi kecil namun berdampak besarlah yang mesti diwaspadai, misal serangan penusukan terhadap tokoh atau orang besar.
“Bisa saja polisi atau pejabat pemerintah, bisa saja pihak asing misal duta besar. Itu yang harus diwaspadai, termasuk waspada terhadap objek wisata nasional,” tutupnya.