PURWOKERTO – Sejumlah pihak mengkritisi 100 hari kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang dilantik sejak Minggu (20/10/2019) lalu. Hingga kini belum ada progress yang jelas, bahkan dinilai mengalami kemunduran bila dibandingkan pada periode pertama Jokowi.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq, mengatakan seharusnya diperiode kedua, ekspektasi masyarakat lebih tinggi sebab Jokowi tinggal melanjutkan pencapaian-pencapaian pada periode sebelumnya.
Namun dalam kenyataan, lanjut Sabiq, ekspektasi itu belum terpenuhi di 100 hari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya prestasi yang terlihat menonjol.
“Yang jelas beban yang dirasakan masyarakat makin berat. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan, misalnya, dirasakan sangat membebani,” ujarnya di Purwokerto, Jumat (31/1/2020).
Tak hanya itu, yang pasti mengecewakan masyarakat adalah Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“UU tersebut berdampak negatif, karena melemahkan KPK,” katanya.
Ia menjelaskan, apa yang dulu dikhawatirkan publik, selalu ditepis pemerintah dan DPR. Padahal dalam perkara dugaan penyuapan eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan saat ini menyulitkan gerak lembaga antirasuah, dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Oleh karena itu, dengan prestasi yang dinilainnya jelek tersebut bisa menghapus capaian-capaian baik yang pernah dikerjakan pemerintah. Belum lagi kebijakan investasi yang dapat mengancam kelestarian lingkungan hidup.
“Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf Amin harus berupaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terutama terkait dengan komitmennya dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, juga sempat mengkritisi penangganan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan pemberantasan korupsi di periode kedua Jokowi, yang dinilai cenderung buruk.
“Tidak ada tanda-tanda positif, masih seperti dahulu dan cenderung buruk,” ujar di Jakarta, Senin (27/1/2020).
“Pelanggaran hukum pada masa sebelum Jokowi, tidak ada yang diselesaikan Jokowi,” Haris melanjutkan.
Apa yang menjadi rencana dan komitmen Jokowi dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM tidak ada yang berhasil. Bahkan gaya pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin mencerminkan keadaan yang bakal terjadi empat tahun mendatang.
“Saya mau bilang, periode Jokowi di 100 hari ini sudah jadi cermin. Bagaimana sisa 4 tahun lebih ke depan? akan lebih suram. Ke depan juga bakal tetap buruk, bahkan mungkin akan lebih buruk,” ujar dia.
Menurut Haris, di era Jokowi-Ma’ruf Amin banyak kasus korupsi yang terjadi, namun peraturan yang ada tidak mendukung. “Pada Zaman dia (Jokowi) justru banyak kasus baru. Dahulu penanganan korupsi dilawan balik sama koruptornya,” kata dia.
“Akan tetapi, zaman Jokowi difasilitasi dengan undang-undang yang baru,” Hariz melanjutkan.
Sekadar diketahui ada sembilan visi misi Jokowi-Ma’ruf terkait isu Hak Asasi Manusia (HAM), di antaranya:
1. Jokowi-Ma’ruf akan meningkatkan budaya dan kebijakan yang berperspektif atau berwawasan HAM. Termasuk memuat materi HAM dalam kurikulum HAM.
2. Melanjutkan penyelesaian yang berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
3. Memberikan jaminan perlindungan dan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan serta melakukan langkah-langkah hukum yang tegas, terhadap pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama.
4. Melindungi dan memajukan hak-hak masyarakat adat, mulai dari aspek legal pemberdayaan ekonomi, perlindungan hukum, hingga pemanfaatan sumber daya alam yang lestari.
5. Memberikan perlindungan bagi kaum difabel, termasuk memperluas akses lingkungan sosial dan pendidikan yang inklusif. Serta menyediakan fasilitas yang ramah pada kaum difabel sarana umum dan transportasi umum.
6. Melindungi hak-hak masyarakat di bidang pertanahan.
7. Meningkatkan perlindungan terhadap anak-anak, perempuan, dan kelompok rentan lainnya dari tindak kekerasan.
8. Memperluas cakupan kampung atau desa layak anak untuk memastikan pendidikan anak usia dini, dimulai dari lingkungan yang ramah.
9. Meningkatkan kinerja dan kerja sama efektif dan produktif berbagai institusi dalam rangka perlindungan dan penegakan HAM.