Kelompok Ahli BNPT RI: Intoleransi, Embrio Radikalisme

Nasional635 Dilihat

JAKARTA – Anggota kelompok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Bidang Kerja sama Internasional, Darmansjah Djumala, mengingatkan masyarakat untuk tidak pernah lelah melawan narasi setiap propaganda intoleransi dan radikalisme, terutama yang berada di media sosial.

“Sikap intoleran itu embrio radikalisme yang akan bermuara pada tindakan kekerasan dan terorisme,” ujarnya di Jakarta, Jumat (6/9/2024).

Menurut dia, saat ini terdapat tren baru dalam pelaku terorisme, salah satunya ditandai dengan perubahan lapisan masyarakat yang terlibat dalam tindakan terorisme.

Baca Juga: Kunjungan Paus Fransiskus, Komitmen Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Dahulu, tindakan terorisme hanya oleh laki-laki dewasa. Akan tetapi, peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, 13 Mei 2018, menandai lahirnya tren baru. Pelaku pengeboman kala itu melibatkan satu keluarga yang terdiri atas seorang ayah, seorang ibu, dua anak remaja laki-laki, dan dua anak perempuan di bawah umur.

Djumala menyoroti aktivitas terorisme yang sekarang melibatkan perempuan, anak, dan remaja. Oleh karena itu, BNPT menjadikan perlindungan perempuan, anak, dan remaja sebagai prioritas pertama dalam program kerja BNPT.

Ia menjelaskan, untuk menekan potensi ancaman radikalisme dan terorisme, hal pertama adalah memperkuat ketahanan masyarakat (public resilience).

Baca Lagi: Humas Pemerintah Diminta Lindungi Perempuan, Anak, dan Remaja dari Radikalisme Terorisme

Langkah tersebut bisa dilakukan di bidang pemantapan ideologi Pancasila, keutuhan keluarga, harmoni sosial, dan perbaikan ekonomi.

Untuk melindungi perempuan, anak, dan remaja dari ancaman terpapar radikalisme dan terorisme, tiga strategi, yaitu meningkatkan public awareness (kesadaran publik), public engagement (keterlibatan publik), dan stakeholders collaboration (kolaborasi para pemangku kepentingan).

Menurut dia, ancaman terpaparnya masyarakat oleh radikalisme dan terorisme bisa ditekan jika masyarakat memiliki kesadaran akan bahayanya.

Masyarakat harus dilibatkan dalam upaya deradikalisasi dan harus didorong untuk berani melakukan counter-narasi atau melawan narasi propaganda intoleransi dan radikalisme yang sering diungkapkan di media sosial secara terselubung.

“Kita, pengguna media sosial, jangan pernah lelah untuk melawan narasi setiap propaganda intoleransi dan radikalisme,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar