JAKARTA – Setelah menggelar rapat pada Senin (20/1/2020), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sepakat menghapus tenaga kerja honorer, pegawai tidak tetap serta status kepegawaian lainnya dari tubuh pemerintahan. Pegawai yang masih berstatus honorer bakal diprioritaskan mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dikatakan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustofa, pemerintah dan DPR sebenarnya tidak menghapus tenaga honorer, namun hanya mengganti istilah honorer menjadi PPPK.
“Istilahnya dihapus, nggak menggunakan istilah honorer lagi. Jadi bukan memberhetikan. Jadi pelan-pelan kan mereka transisi menjadi PPPK,” ujarnya di Jakarta, Selasa (21/1/2020).
“Ini transisi pemindahan honorer ke PPPK. Jadi sebutan nanti pegawai instansi pemerintah itu cuma dua, PNS dan PPPK,” Saan menambahkan.
Menurut dia, pegawai yang telah lama mengabdi sebagai tenaga honorer, namun belum terangkap sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), bakal diprioritaskan mengikuti seleksi PPPK. Namun dengan memenuhi syarat.
“Mereka kan daftar ikut tes menjadi PPPK, yang sudah honorer kan diprioritaskan untuk menjadi PPPK. Ya ada syaratnya,” katanya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Arwani Thomafi, menyebut pemerintah tidak diperbolehkan lagi mengangkat tenaga honorer. Hal itu sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Saat ini instansi pemerintah tidak dibolehkan lagi mengangkat tenaga honorer atau pegawai non ASN lainnya selain PNS dan PPPK,” kata dia.
“Itu sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU No 5 tahun 2014 tentang ASN, disebutkan bahwa pegawai ASN itu terdiri dari PNS dan PPPK,” Arwani melanjutkan.
Ditegaskan Arwani, DPR RI bakal mendesak pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer, yang skema penyelesaian sampai tahun 2023 mendatang.
“Mereka sudah mengabdi puluhan tahun. Jadi tidak bisa disamakan dengan yang lainnya. Harus ada kebijakan khusus untuk mengakomodir mereka secara berkeadilan,” ujar dia.
Sebelumnya, dalam rapat Kementerian PAN-RB bersama DPR RI ada lima poin yang disepakati, di antaranya:
1. Terhadap penurunan ambang batas (passing grade) penerimaan CPNS 2019, Komisi II meminta Kementerian PAN RB menjamin bahwa penurunan passing grade pada tahap seleksi kompetensi dasar (SKD) tidak menyebabkan penurunan kualitas soal, agar penerimaan CPNS 2019 tetap dapat menghasilkan sumber daya ASN yang berintegritas, memiliki nasionalisme dan profesionalisme sesuai dengan kriteria SMART ASN 2024.
2. Komisi II DPR, Kementerian PANRB, dan BKN sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dengan demikian ke depannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawai seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya.
3. Komisi II meminta BKN memastikan ketersediaan server, kesiapan SDM, serta sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan seleksi penerimaan CPNS Tahun 2019 di 427 titik lokasi tes SKD.
4. Terhadap lokasi tes SKD yang bekerjasama dengan berbagai instansi, Komisi II meminta BKN meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan server berada di tempat yang aman, kesiapan jaringan internet dan ketersediaan daya listrik, terutama di Jabodetabek yang belum lama ini terkena bencana banjir.
5. Komisi II mendukung Kementerian PANRB dalam melakukan berbagai tahap penyederhanaan birokrasi dengan memperhatikan besaran tunjangan kinerja, tunjangan pensiun, dan tunjangan lainnya dengan tidak mengurangi penghasilan ASN.