JAKARTA – Rusia menandatangani kontrak senjata dengan nilai 17 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp257,5 triliun pada beberapa negara sejak tahun 2019 silam. Hal itu membuat Rusia memperluas portofolionya dengan kesepakatan militer, terutama dengan negara-negara Afrika.
Dirilis Sputnik, Kamis (19/3/2020), Direktur Layanan Federal untuk Kerjasama Militer-Teknis, Dmitry Shugaev, mengatakan Turki dinobatkan sebagai salah satu dari lima importir terbesar senjata Rusia untuk 2019.
Disamping itu, lanjut Dmitry, ada negara India, Cina, dan Mesir sebagai pembeli senjata Rusia yang paling signifikan.
Ia menambahkan, Rusia dan Turki juga telah menyelesaikan hampir semua permasalahan terkait pengiriman lebih banyak senjata pertahanan udara S-400. Bahkan Ankara menerima batch pertama dari sistem pertahanan pada musim panas lalu.
Atas pembelian S-400 itu membuat Amerika Serikat menuntut agar Turki membatalkan semua pembelian sistem pertahanan udara tersebut. Sebagai gantinya, Pentagon mengharapkan Ankara membeli sistem pertahanan udara Patriot.
Amerika bahkan mengancam Turki bakal menunda atau membatalkan pengiriman jet tempur siluman generasi kelima, F-35 apabila tetap ngotot membeli sistem pertahanan ke Rusia.
Sekadar diketahui, sistem pertahanan menjadi bagian terpenting kerja sama militer Rusia dengan Cina dan India.
Karena itu, Rusia berencana menyelesaikan pengiriman S-400 ke Cina pada akhir tahun ini berdasarkan kontrak 2014, yang dilaporkan mencakup enam set resimen, dengan nilai lebih dari 3 miliar dolar AS.
Selain itu, Moskow juga menandatangani kontrak sebesar 5 miliar dolar AS dengan New Delhi pada Oktober 2018 untuk mengirimkan lima unit S-400.
Sementara pesawat tempur Sukhoi Su-35 merupakan aspek penting lain dari ikatan militer, dimana Cina menjadi pelanggan pertama bagi jet tempur tersebut. Sedangkan Ankara, New Delhi, dan Kairo adalah calon pembeli Su-35 itu.