JAKARTA – Semangat nasionalisme pada Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) menandakan rumusan identitas kebangsaan yang tidak lagi terikat oleh fanatisme suku, etnis, dan kepentingan sekterian lainnya.
Di era sekarang nasionalisme dan menjadi Indonesia seutuhnya terlihat mulai luntur dengan masuknya paham transnasional yang menjadikan agama sebagai kedok untuk kembali memecah belah persatuan rakyat Indonesia, sehingga perlu untuk membangun rasa kebanggaan nasional.
Hal tersebut dikatakan Tokoh Muda Nahdlatul Ulama (NU), Adnan Anwar, di Jakarta, Jumat (20/5).
Menurutnya, pada peringatan Harkitnas haruslah menjadi momen membangun kebanggaan nasional sebagai salah satu cara, agar masyarakat tidak terperangkap pada imajinasi liar membentuk negara agama yang diyakini oleh kelompok radikal.
”Harus ada yang namanya kebanggaan nasional. Semua warga bangsa utamanya kaum milenial harus memperkuat jati diri ke Indonesiaannya, bahwa Indonesia memiliki peradaban yang sangat maju dan mampu mengelola perbedaan serta bisa mengelola berbagai macam tantangan,” ujarnya.
Baca Lagi: Hari Kebangkitan Nasional, Momentum Bangun Gerakan Lawan Intoleransi, Ekstremisme dan Terorisme
Disamping membangun kebanggan nasional sebagai bangsa yang memiliki sejarah besar dan budaya toleransi yang kental, peringatan Hari Kebangkitan Nasional harus menjadi momentum agar semua warga bangsa sentiasa menyuntikkan spirit nasionalisme dan patriotisme di hati sanubari anak bangsa.
“Seperti dimasa lalu, kaum muda berani membuang ego sektoral dan sentimen primordial demi memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, yakni kemerdekaan bangsa,” kata dia.
Terlebih lagi, praktik intoleransi, ekstremisme, radikalisme, dan terorisme dalam beberapa tahun terakhir membuat relasi keagamaan dan kebangsaan merenggang akibat merebaknya paham ekstremisme-kekerasan yang dilatari oleh konservatisme dan fanatisme keagamaan.
Padahal agama-agama di Indonesia seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, selama ini sangat berperan aktif sebagai stabilisator dan penjaga NKRI.
“Ideologi transnasional bertopeng agama justru telah menyumbang andil pada lunturnya nasionalisme,” katanya.
Perlu Peran Tokoh Agama dan Masyarakat Lawan Ancaman Radikalisme
Ia menambahkan, juga perlukan peran para tokoh agama dan masyarakat guna mendorong umat bangkit melawan ancaman nyata intoleransi, ekstremisme, dan radikalisme dengan membawa dakwah yang menyejukkan.
“Seperti apa yang sudah diupayakan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan Gugus Tugas Pemuka Agama yang bertugas memberikan pencegahan paham radikal terorisme,” ujar dia.
Terlebih, Indonesia adalah negara yang berbasis agama terbesar di dunia. Dimana masyarakatnya adalah pemeluk agama yang taat dan setia menjalankan syariat, dan tokoh agama dipandang masyarakat sebagai orang yang harus diikuti dan dijadikan panutan.
Tidak hanya itu, para tokoh agama atau masyarakat perlu memperkuat forum kerukunan lintas agama dan lintas kultur disemua tingkatan masyarakat, seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Ia juga mendorong ketegasan pemerintah guna penerapan Pancasila yang lebih massif untuk mendorong dan kembali membangkitan semangat nasionalisme masyarakat melawan ancaman intoleransi, ekstremisme, dan radikalisme.
“Pemerintah diharapkan bersungguh-sungguh menerapkan Pancasila dalam formulasi kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang luhur. Ini harus diupayakan untuk bangkit melawan segala paham atau gerakan yang mengancam bagi keutuhan NKRI,” katanya.
4 komentar