DPR RI Bahas RUU Pembentukan Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme

Nasional405 Dilihat

JAKARTA – Komisi III DPR RI membahas draf Rancangan Peraturan DPR tentang Pembentukan Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan secara tertutup.

Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, mengatakan tim untuk mengawasi kinerja pemberantasan terorisme ini perlu dibentuk. 

Hal itu dilatarbelakangi lembaga legislatif tersebut mendapat banyak aduan dari warga perihal penindakan oleh aparat terhadap teroris yang diduga melanggar hak asasi manusia (HAM). 

“Kita sering kali menerima aduan dari berbagai kelompok masyarakat bahwa penindakan dalam pemberantasan terorisme dianggap, dinilai melanggar HAM, dinilai melanggar asas praduga tak bersalah,” ujarnya di Jakarta, Selasa (15/11/2022). 

Oleh karena itu, sebagai respons terhadap komplain masyarakat, DPR RI kemudian memasukkan sebuah pasal yang memerintahkan agar membentuk tim pengawasan terorisme. 

Tim pengawas tersebut nantinya lebih spesifik menerima keluhan dari masyarakat mengenai penindakan terorisme yang dilakukan oleh aparat. 

“Itu bisa salah sasaran, bisa salah tangkap, berlebihan, dan tidak sesuai dengan prinsip dengan penegakan hukum yang benar,” kata dia. 

Ia mencontohkan, kejadian Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang menembak terduga teroris bernama dokter Sunardi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Saat itu, tindakan tegas yang kepolisian lakukan menimbulkan kontroversi. 

“Kemudian juga ada yang mengadukan ke DPR. Maka itu menjadi tim pengawas untuk melakukan penyelidikan apa yang sebenarnya terjadi dalam kejadian semacam itu,” katanya.

Ia juga menyinggung pembahasan RUU Penyadapan yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI. Draf masih sangat berada di tahap awal. 

“Salah satu di antara isu yang mengemuka, apakah RUU Penyadapan akan membatasi persoalan penyadapan dalam kerangka penegakan hukum? Berarti penyadapan dalam rangka projusticia atau penyadapan secara keseluruhan termasuk untuk keperluan non-projusticia,” kata dia. 

“Non-projusticia misalnya penyadapan dalam keperluan intelijen dan keamanan. Nah itu adalah materi yang kami tadi diskusikan dan kami perdebatkan secara internal di Komisi III,” lanjutnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *