YOGYAKARTA – Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, telah membuka babak baru dalam penanggulangan terorisme. Khususnya mengenai langkah program pemulihan terhadap korban dari aksi tindak pidana terorisme (penyintas), baik orban langsung maupun korban tidak langsung.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam Undang- Undang tersebut diberikan mandat khusus, sebagai koordinator dalam bidang pemulihan korban tindak pidana terorisme dengan mengoordinasikan kementerian/lembaga, untuk memberikan sumbangsihnya dalam program pemulihan korban terorisme, sebagai bentuk representasi negara hadir dalam memberikan pemulihan, pelindungan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara khususnya kepada korban tindak pidana terorisme.
“Di sini lah BNPT hadir, karena dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 pasal 35 ditegaskan bahwa korban merupakan tanggung jawab negara. Bentuk tanggung jawab negara yang dimaksud itu berupa bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, santunan bagi keluarga dalam hal korban yang meninggal dunia serta kompensasi”, ujar Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, saat memberikan sambutan pada acara Forum Silaturahmi Penyintas 2020 di Yogyakarta, Kamis (27/8/2020).
Ia menjelaskan, hak-hak dan kepentingan korban sebagai pihak yang terkena dampak dari tindak pidana terorisme, tentunya harus menjadi faktor penting yang perlu diprioritaskan.
Korban aksi terorisme sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dari negara disamping dukungan dari keluarga serta masyarakat luas dengan menciptakan lingkungan yang positif.
“Korban juga tentunya harus dapat didukung dan diberikan motivasi setelah menjalani hari-hari berat pasca kejadian aksi terorisme,” kata dia.
Untuk itu, perlunya motivasi positif dan peran serta semua pihak menjadi hal yang penting dalam memperhatikan kembali keberadaan mereka. Karena para korban masih memiliki potensi positif di lingkungannya dengan dukungan semua pihak.
Oleh sebab itu, BNPT membentuk Forsitas (Forum Silaturahmi Penyintas) untuk menjalin tali persaudaraan bersama antar para penyintas.
“Forsitas diadakan bukan untuk mengingat atau mengenang kembali trauma yang pernah terjadi, namun sebagai momentum yang baik untuk menghubungkan tali persaudaraan dan kasih sayang diantara sesama Penyintas,” katanya.
Boy berharap, para penyintas dapat saling mendukung, memberi semangat, dan bangkit bersama, karena yang mereka perlukan dalam menghadapi berbagai potensi ancaman tidak lain adalah kebersamaan. Ketika bangsa ini kuat, masyarakat berani, dan seluruh komponen bangsa bersatu menjadikan terorisme sebagai musuh bersama, maka kedamaian akan terjadi.
“Apa yang kita perlukan dalam menghadapi berbagai potensi ancaman tersebut tidak lain adalah kebersamaan,” ujarnya.
Melalui Forsitas tersebut, ia mengajak seluruh warga Forsitas dan masyarakat untuk bisa menjaga perdamaian serta persatuan dan kesatuan bangsa, juga menyamakan visi serta misi, bahwa terorisme itu merupakan musuh bersama yang harus diperangi.
Sementara Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo, mengatakan pertemuan dengan mengumpulkan para korban terorisme harus terus dilakukan.
“Seperti tadi ada masukan untuk melembagakan Forsitas sebagai organisasi yang bisa bertaraf internasional, artinya kalau ada acara-acara internasional, kita bisa mengikutinya, ini adalah langkah maju, karenanya perlu kita sambut,” katanya.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 yang diwadahi dalam kegiatan Forsitas, adalah bukti bahwa negara hadir bagi para korban aksi tindakan terorisme.
Pada kesempatan yang sama, BNPT dan LPSK sepakat melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing. Dimana BNPT mengoordinasikan upaya penanggulangan tindak pidana terorisme, sementara khusus perlindungan dan bantuan terhadap saksi dan korban dilakukan oleh LPSK sesuai perintah Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang ditandai dengan Penandatangan Perjanjian Kerjasama (PKS).
Penandatangan PKS ini dilakukan oleh Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis bersama dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) LPSK, Noor Sidharta.