Ketegangan Global: Dampak Peraturan Nuklir Putin di 2024

Nasional590 Dilihat

JAKARTA – Keputusan yang diambil Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 19 November 2024, mengenai kebijakan senjata nuklir, menambah lapisan kompleksitas dalam hubungan internasional.

Senjata nuklir tetap menjadi salah satu isu paling sensitif dan strategis, memengaruhi stabilitas global dan kebijakan pertahanan banyak negara.

Hanya sejumlah kecil negara yang memiliki senjata nuklir, termasuk Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Prancis, dan Inggris.

Negara-negara ini, sebagai pemilik senjata nuklir, terikat oleh berbagai perjanjian internasional seperti Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) yang bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan mempromosikan kerjasama dalam penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai.

Dikutip dari Reuters, Rabu (20/11/2024), kebijakan nuklir Rusia di bawah Putin telah mengalami beberapa perubahan signifikan, termasuk modernisasi arsenalnya dan pengembangan doktrin yang lebih agresif.

Baca Juga: Memperkuat Ketahanan Nasional: Karyawan Pindad dan DI Melawan Intoleransi dan Radikalisme

Pengumuman terbaru dari Putin menunjukkan niat untuk memperkuat kekuatan nuklir Rusia, dalam rangka menanggapi kebangkitan kekuatan NATO dan peningkatan pengaruh Amerika Serikat di Eropa.

Langkah ini tidak hanya memengaruhi Rusia, tetapi juga negara-negara tetangga serta kekuatan global lainnya. Sebagai contoh, negara-negara di Eropa Timur mungkin merasa terdesak untuk meningkatkan kapasitas pertahanan mereka, yang bisa memicu perlombaan senjata baru di kawasan tersebut.

Selain itu, negara-negara yang merasa terancam mungkin akan mempercepat program pengembangan senjata nuklir mereka sendiri, menciptakan ketidakstabilan lebih lanjut.

Respon terhadap kebijakan ini bervariasi. Beberapa negara, seperti Tiongkok, mungkin melihat ini sebagai kesempatan untuk memperkuat aliansi strategis, sementara negara-negara lainnya, seperti Jepang dan Korea Selatan, mungkin akan meningkatkan kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat.

Di sisi lain, organisasi internasional seperti PBB dan IAEA (Badan Energi Atom Internasional) harus berperan aktif dalam mendorong dialog dan mengurangi ketegangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *