Kikis Intoleransi pada Dunia Pendidikan, Pemerintah Harus Tegas

Nasional2 Dilihat

JAKARTA – Mengikis intoleran di dalam dunia pendidikan, membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan sistimatis pada semua pihak, termasuk para guru dan murid. Apalagi saat ini,   pemahaman beragama semakin meningkat.

“Tahun 90-an, kita mendapatkan mahasiswi berjilbab itu jarang. Tetapi sekarang, kita banyak mendapatkan dan menjumpai  mahasiswi atau murid wanita  yang berjilbab. Artinya, Kesadaran indidu masyarakat untuk beragama itu meningkat,” ujar Pengamat Pendidikan Nasional, Darmaningtyas di Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Intoleransi tak hanya terjadi pada kalangan mahasiswa, di sekolah juga kerap terjadi. Seperti yang ramai diperbincangkan, adanya sekolah yang mengeluarkan siswanya, karena mengucapkan selamat ulang tahun kepada siswa yang berlainan jenis.

Menurut Darma, meskipun kejadian itu terjadi di sekolah swasta, namun peraturan sekolah juga harus dikritisi. Sebab mengucapkan selamat ulang tahun,  baik disampaikan terhadap lawan jenis meskipun berbeda suku, dan agama adalah suatu tindakan kebaikan.

“Jangan malah siswa yang berbuat baik dikenai sanksi. Kalau pemahaman menjadi sempit, nanti sebagian masyarakat bakal memiliki pemahaman yang sempit pula,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Darma, sekolah negeri harus memiliki ruang yang terbuka terhadap siapapun. Apalagi sekolah negeri telah menjadi pilihan utama para orang tua siswa yang ingin menyekolahkan anaknya tanpa ada hambatan-hambatan terkait agama, ras, golongan, dan sebagainya.

“Sekolah negeri dari jaman dahulu adalah benar-benar sekolah kebangsaan. Mestinya roh kebangsaan itu dijaga. Karenanya, sekolah negeri sementinya tidak boleh ada aturan yang bersikap diskriminatif atau ekslusif,” ujar dia.

Namun berbeda dengan sekolah swasta, lanjut Darma, dimana memiliki otonomi sekolah sendiri. Akan tetapi, mengucapkan selamat ulang tahun, hari besar keagamaan, dan sejenisnya dipandang sebagai suatu kebaikan yang harus ditanamkan tiap sekolah baik negeri maupun swasta.

“Jadi kalau ada sekolah yang mengajarkan tidak baik, tentunya justru harus kita pertanyakan,” kata dia.

Darma menambahkan, peran pemerintah dituntut agar berani bertindak tegas, seperti melakukan monitoring pada kurikulum dan juga cara guru-guru memberikan pengajaran kepada muridnya.

“Pemerintah selama ini kan tidak berani tegas, padahal hal seperti ini (intoleransi) tidak boleh sampai masuk ke ranah pendidikan dengan membawa-bawa agama atau politik,” katanya.

“Karena kalau agama dipakai menjadi kendaraan politik individu, kelompok, atau parpol, tertentu di dalam dunia pendidikan, maka sikap-sikap intoleran akan tumbuh,” Darma menambahkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *