Menguak Gunung Es Terorisme: Saat Aparatur Pemerintah Jadi Garda Terdepan

Nasional829 Dilihat

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan, kondisi aman yang dirasakan masyarakat Indonesia saat ini, tidak berarti ancaman terorisme benar-benar hilang.

Dalam sebuah kegiatan yang berfokus pada penguatan kapasitas aparatur pemerintah di Malang, Jawa Timur, Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT, Brigadir Jenderal Polisi Wawan Ridwan, mengingatkan pentingnya deteksi dini.

“Saya berharap aparatur pemerintah tetap waspada dan mampu melakukan deteksi dini terhadap penyebaran paham radikalisme di wilayah masing-masing,” ujar Wawan, dikutip dari situs bnpt.go.id, Jumat (5/9/2025).

Pandangan ini didukung oleh temuan dari berbagai lembaga riset global, seperti laporan dari Institute for Economics & Peace (IEP) yang menunjukkan bahwa meskipun jumlah serangan terorisme menurun di beberapa negara, ideologi radikal terus berevolusi dan menemukan cara baru untuk berkembang.

Baca Juga: TNI Luruskan Isu Penangkapan Anggota BAIS saat Demonstrasi

Di Indonesia, tantangan terbesar saat ini bukanlah serangan fisik, melainkan infiltrasi ideologi melalui media digital.

Fenomena Gunung Es Terorisme: Propaganda Digital dan Rekrutmen Senyap

Brigjen Wawan menggambarkan situasi saat ini sebagai fenomena gunung es. Bagian yang terlihat di permukaan adalah tidak adanya serangan teror besar dalam tiga tahun terakhir.

Namun, di bawah permukaan, “terdapat proses propaganda, rekrutmen, pendanaan, hingga perencanaan aksi yang masih terus berlangsung, terutama melalui media sosial.”

Pernyataan ini sejalan dengan riset yang dipublikasikan oleh United Nations Counter-Terrorism Centre (UNCCT). UNCCT menyebutkan, media sosial telah menjadi “alat utama” bagi kelompok teroris untuk menyebarkan propaganda, merekrut anggota, dan menggalang dana.

Platform-platform ini memungkinkan mereka untuk menjangkau audiens global dengan biaya minimal, melewati batas geografis, dan beroperasi di luar radar otoritas.

Hoaks dan misinformasi, yang seringkali dibumbui dengan narasi kebencian dan perpecahan, menjadi senjata utama dalam propaganda radikal.

Aparatur pemerintah, yang dekat dengan masyarakat, memiliki posisi strategis untuk mengenali tanda-tanda awal dari penyebaran paham ini, baik dalam komunitas maupun di lingkungan kerja mereka sendiri.

Tanggung Jawab Bersama: Pencegahan Terorisme sebagai Amanat Negara

Wawan menekankan pencegahan terorisme tidak bisa hanya menjadi tugas BNPT. Amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme secara jelas menyatakan, seluruh unsur pemerintah wajib melaksanakan pencegahan.

“Pemerintah wajib melaksanakan pencegahan tindak pidana terorisme, dalam hal ini kami semua, karena pencegahan tidak bisa dilaksanakan satu instansi saja tapi juga semuanya,” tegas Wawan.

Pendekatan interoperabilitas atau kerja sama lintas lembaga, yang menjadi fokus kegiatan di Malang, adalah kunci.

Aparatur sipil negara (ASN) di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah harus bersinergi dengan aparat keamanan untuk menciptakan sistem deteksi dini yang kokoh.

Yudi Zulfahri, mantan ASN yang pernah terjerat jaringan terorisme, memberikan perspektif berharga dari sudut pandang internal.

Menurutnya, pemahaman yang baik dari aparatur akan sangat bermanfaat. “Jika aparatnya paham maka bisa melaksanakan program-program pencegahan dan juga pencegahan radikalisme di dalam tubuh pemerintahan itu sendiri,” kata Yudi.

Pengalamannya menjadi bukti nyata bahwa infiltrasi radikalisme tidak hanya menyasar masyarakat umum, tetapi juga institusi pemerintah.

Menguatkan Pertahanan: Pentingnya Literasi Digital dan Kewaspadaan

Pentingnya peran aparatur pemerintah tidak hanya terbatas pada deteksi dini di lapangan, tetapi juga dalam membangun ketahanan diri dan komunitas.

Ini mencakup peningkatan literasi digital agar mampu mengidentifikasi konten radikal dan hoaks. Selain itu, aparatur juga diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang menyebarkan narasi-narasi perdamaian dan toleransi.

Menurut laporan dari Rand Corporation, sebuah lembaga riset global, upaya kontraterorisme yang paling efektif adalah yang berfokus pada pencegahan di tingkat akar rumput.

Ini termasuk penguatan nilai-nilai kebangsaan, promosi dialog antaragama, dan pemberdayaan masyarakat untuk menolak narasi kebencian.

Pada akhirnya, keberhasilan Indonesia dalam menghadapi ancaman terorisme bukan hanya ditentukan oleh kekuatan militer atau intelijen, melainkan oleh kesadaran kolektif.

Setiap aparatur pemerintah, dari tingkat pusat hingga desa, memegang peran penting dalam memastikan bahwa gunung es terorisme tidak pernah membesar dan meledak, menjaga Indonesia tetap aman dan damai bagi generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *