JAKARTA – Ribuan buruh dari berbagai penjuru Indonesia bakal melakukan aksi demonstrasi dengan damai di depan gedung DPR RI dan Istana Kepresidenan Jakarta.
Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan panggilan hati untuk keadilan dan perlindungan hak-hak pekerja yang selama ini kerap terabaikan.
Di tengah berbagai tantangan ekonomi dan sosial, suara buruh mengingatkan bahwa keberpihakan pemerintah sangat menentukan masa depan tenaga kerja Indonesia yang adil dan sejahtera.
Aksi yang bakal dilaksanakan Kamis (28/8/2025), diperkirakan sekitar 10.000 buruh dari berbagai wilayah seperti Karawang, Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Depok.
Baca Juga: Dugaan Penganiayaan oleh TNI AL di Pekanbaru: Komitmen Transparansi dalam Menegakkan Hukum
Gerakan ini dikenal dengan nama HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah), yang bertujuan menyuarakan berbagai tuntutan penting terkait kesejahteraan dan perlindungan hak pekerja.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan aksi ini adalah momentum untuk mendesak pemerintah agar lebih berpihak pada nasib buruh dan masyarakat pekerja Indonesia.
Isu Utama dalam Aksi Buruh 2025
1. Penolakan terhadap Upah Murah
Buruh menuntut kenaikan upah minimum nasional sebesar 8,5–10,5 persen pada tahun 2026. Perhitungan ini mengacu pada formula sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XXI/2024 yang mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks lain.
Berdasarkan data terbaru, inflasi diproyeksikan mencapai 3,26 persen, sementara pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1–5,2 persen.
Dengan demikian, buruh menilai kenaikan upah sebesar itu adalah wajar dan adil, agar daya beli masyarakat meningkat dan ekonomi nasional tetap stabil.
2. Penghapusan Outsourcing Sepenuhnya
Meski Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa outsourcing harus dibatasi, kenyataannya praktik tersebut masih meluas, bahkan di BUMN.
Buruh menuntut pencabutan PP No. 35 Tahun 2021 yang memperluas praktik outsourcing, agar pekerjaan inti tidak lagi dialihdayakan.
Mereka menuntut agar outsourcing hanya berlaku untuk pekerjaan penunjang seperti keamanan dan kebersihan, bukan pekerjaan utama yang berhubungan langsung dengan proses produksi dan layanan.
3. Reformasi Pajak dan Keadilan Fiskal
Buruh menyoroti beban pajak yang semakin meningkat, terutama di daerah seperti Pati, Jawa Tengah, di mana kenaikan PBB memicu resistensi warga.
Mereka menuntut kenaikan PTKP dari Rp 4,5 juta menjadi Rp 7,5 juta per bulan, agar masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, buruh meminta penghapusan pajak atas THR dan pesangon, agar uang tersebut tetap berputar di masyarakat dan memperkuat daya beli.
Mereka menilai reformasi pajak harus dilakukan agar pemerataan dan keadilan fiskal bisa terwujud.
4. Pengesahan UU Ketenagakerjaan Baru
Sejak putusan MK menegaskan perlunya undang-undang baru yang menggantikan Omnibus Law, DPR dan pemerintah belum menunjukkan progress signifikan.
Buruh menuntut agar RUU Ketenagakerjaan segera disahkan, dengan memperhatikan tujuh poin utama: upah layak, penghapusan outsourcing, pembatasan kontrak kerja, prosedur PHK yang adil, pesangon memadai, pembatasan tenaga kerja asing, dan perlindungan bagi pekerja digital serta sektor informal.
Mereka berharap presiden dan DPR tidak menunda lagi, demi keadilan bagi seluruh pekerja Indonesia.
5. Perlindungan bagi Pekerja Digital dan Pekerja Kesehatan
Dalam era digital, pekerja platform seperti Gojek, Grab, dan Tokopedia memerlukan perlindungan hukum yang memadai.
Selain itu, tenaga kesehatan seperti perawat, bidan, dan dokter yang selama ini menerima upah minim dan jam kerja tinggi juga harus mendapatkan perlindungan yang memadai.
Buruh menuntut adanya regulasi yang melindungi hak-hak mereka, termasuk hak cuti, pesangon, dan jaminan sosial.
Selain di Jakarta, aksi serupa digelar di berbagai kota besar seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, dan Banda Aceh.