Sekolah Damai, Upaya Ciptakan Lingkungan Pendidikan Bersih dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying

Nasional1082 Dilihat

BANDUNG – Dunia pendidikan masih memiliki tantangan besar dalam menghadapi tiga dosa besar, yakni intoleransi, kekerasan, dan bullying. Untuk itu butuh kerja bersama untuk menumbuhkan ketahanan dalam menghadapi tantangan tersebut, agar lingkungan pendidikan menjadi kondusif.

Program Sekolah Damai yang digagas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, menjadi salah satu upaya menciptakan lingkungan pendidikan bersih dari intoleransi, kekerasan, dan bullying.

“Kita berkumpul di sini antara BNPT bersama guru pendidik se Bandung Raya, untuk merapatkan barisan dan menyamakan visi misi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yaitu terwujudnya pendidikan maju di Jawa Barat guna membentuk SDM yang berkarakter, cerdas, mandiri, menguasai IPTEK dan berbasis budaya Jawa Barat,” ujar Direktur Pencegahan BNPT RI, Prof. Irfan Idris, pada kegiatan Pelatihan Guru Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying di SMK Negeri 3 Bandung, Rabu (19/6/2024).

Baca Juga: Idul Adha, Ajang Memperkuat Nilai Kemanusiaan

Irfan menjelaskan, tantangan pendidikan sangat tinggi. Bagaimana menumbuhkan ketahanan pada anak adalah suatu hal yang penting dipikirkan.

Menurutnya, memperkuat ketahanan pada peserta didik merupakan hal yang penting dalam memastikan bahwa mereka dapat berhasil dalam menghadapi beragam tekanan dan kejadian yang mungkin terjadi dalam proses belajar.

Oleh sebab itu, Sekolah Damai yang digagas BNPT lewat Subdit Kontra Propaganda adalah salah satu program yang mengkoordinasikan institusi pendidikan untuk melawan radikalisme dan intoleransi di sekolah.

 

Empat Elemen Sekolah Damai

 

Sekolah Damai merupakan bagian dari tujuh program prioritas yang dicanangkan Kepala BNPT, Komjen Pol Mohammed Ryco Amezla Dahniel.

Ia mengatakan, Sekolah Damai memiliki empat elemen untuk membentuk ketahanan dalam lingkungan pendidikan. Pertama adalah public awareness (kesadaran bersama), kedua adalah community engagement (keterikatan sosial), bagaimana masyarakat mempunyai rasa memiliki dan rasa solidaritas antar sesame.

Kemudian, ketiga yaitu community resilience (daya tahan masyarakat) dan keempat adalah national resilience (daya tahan nasional).

Lebih lanjut, Prof Irfan mengatakan, peserta didik harus paham dengan bentuk intoleransi, kekerasan dan bullying dilingkungan sekolah.

Baca Lagi: Sekolah Damai, Upaya BNPT RI Cegah Intoleransi dan Bullying di Satuan Pendidikan

Karena itu, ia mengingatkan untuk para guru harus selalu waspada terhadap perekrutan kelompok radikal di dunia maya. Pasalnya kelompok teroris dalam aksi perekrutannya menyasar generasi muda lewat media sosial.

“Kelompok radikal teroris menggunakan dua cara untuk merekrut simpatisannya, yaitu soft approach dan hard approach,” katanya.

Saat ini, lanjut Irfan, target radikalisasi adalah perempuan, anak, dan remaja. Dengan pendekatan lembut, kelompok radikal teroris merubah perempuan dan anak menjadi militan.

“Dimana posisi biasanya generasi remaja dan anak berada? Ya di sekolah. Karena itu para guru perlu fokus menjadi pendidik di institusi pendidikan,” kata dia.

Kelompok Radikal Teroris, Masuk Melalui Kajian

 

Ia mengingatkan, agar para guru harus mengetahui bahwa kelompok radikal teroris biasanya masuk melalui kajian-kajian ringan amar ma’ruf nahi mungkar.

“Semakin lama, mereka akan mengatakan bahwa negara ini kafir dan sebagainya. Oleh karena itu, guru juga perlu memahami propaganda-propaganda seperti kafir dan negara agama,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan, pada tahun 2023 tidak ada serangan teror terbuka di Indonesia. Selain sebagai sebuah capaian, realita ini menjadi alarm bahwa mereka sedang gencar menyebarkan propaganda ke generasi-generasi muda, utamanya di institusi-institusi pendidikan.

Ia menegaskan, bahwa pendidikan adalah fondasi utama membentuk karakter dan kepribadian pada anak dan remaja.

“Karena itu indikator-indikator yang ada pada Sekolah Damai sangat mendorong untuk mewujudkan sikap toleran, anti kekerasan, dan anti-bullying,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 komentar