Sidang Perdana Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 TNI AU

JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mengagendakan sidang perdana dugaan korupsi terkait pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW-101) peruntukan TNI-AU tahun 2016 – 2017 dengan terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.

“Betul. Hari ini sidang perdana perkara heli AW-101 atas nama terdakwa Irfan Kurnia Saleh di PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Sidang diagendakan sekitar pukul 10.00 WIB,” ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Agenda sidang perdana yakni pembacaan surat dakwaan Irfan Kurnia Saleh oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Dalam surat dakwaannya, tim jaksa bakal membongkar dugaan kongkalikong Irfan Kurnia Saleh terkait pengadaan helikopter di TNI-AU yang merugikan keuangan negara.

KPK baru menetapkan Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW-101).

Sebelumnya, sempat ada oknum TNI yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun, proses penegakan hukumnya dihentikan oleh Puspom TNI.

Dalam perkara ini, Irfan diduga berkoordinasi dengan salah satu pegawai PT Agusta Westland (PT AW), Lorenzo Pariani (LP). Irfan dan Lorenzo diduga menemui mantan Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI Angkatan Udara, Mohammad Syafei (MS) di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur, pada Mei 2015 silam.

Pertemuan tersebut membahas pengadaan helikopter AW-101 VIP atau VVIP untuk TNI AU. Irfan disebut-sebut menjadi agen perusahaan pesawat, PT Agusta Westland. Irfan mewakili PT Agusta Westland mengikuti lelang pengadaan helikopter AW-101.

Irfan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS. Sementara harga pembelian yang disepakati Irfan dengan PT Agusta Westland untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS.

Selanjutnya, November 2015, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU, mengundang Irfan Kurnia Saleh untuk hadir dalam tahap prakualifikasi. Rencananya, PT Diratama Jaya Mandiri akan ditunjuk langsung sebagai pemenang proyek. Namun, hal itu tertunda karena kondisi ekonomi sosial.

Pengadaan helikopter AW 101 untuk TNI AU tersebut kembali dilanjutkan pada 2016 dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar. Proses pengadaan saat itu menggunakan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti oleh dua perusahaan. Dalam proses ini, Irfan dipercaya panitia lelang ingin menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) terkait kontrak pekerjaan.

Adapun, harga penawaran yang diajukan Irfan Kurnia Saleh saat itu masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 yakni, senilai 56,4 juta dolar AS. Harga penawaran tersebut kemudian disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Irfan diduga aktif komunikasi dengan PPK, Fachri Adamy.

Lelang tersebut dimenangkan perusahaan Irfan Kurnia Saleh. Irfan diduga menyiapkan dan mengkondisikan dua perusahaan miliknya untuk mengikuti proses lelang tersebut. Perusahaan Irfan kemudian disetujui oleh PPK.

Irfan diduga telah menerima proses pembayaran 100 persen dari pengadaan helikopter. Namun faktanya, ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Di antaranya, tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

Hal itu kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738,9 miliar

Atas perbuatannya, Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga