Strategi Penerapan PPN 12% atas Barang Mewah: Tantangan dan Peluang bagi Ekonomi Indonesia

Nasional485 Dilihat

JAKARTA – Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% atas barang mewah di Indonesia telah menjadi topik hangat dalam beberapa pekan terakhir.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menegaskan untuk mengatur PPN ini, tidak diperlukan revisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tetapi cukup melalui Peraturan Pemerintah (PP).

“Apabila perlu merubah PP, kami akan revisikan sesuai kebutuhan,” ujarnya di Jakarta, Senin (9/12/2024).

PPN 12% ini akan diterapkan pada barang-barang yang ditentukan sebagai barang mewah dan yang sudah dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Baca Juga: Jaringan Narkoba Terbesar di Bali: Kapolri Ungkap Pembongkaran Pabrik Hashish

Susiwijono menambahkan, Kementerian Keuangan memiliki tanggung jawab untuk merumuskan peraturan lebih lanjut terkait penerapan kebijakan ini.

Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, mengungkapkan kebijakan ini bertujuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil.

Ia menjelaskan, negara memerlukan penerimaan lebih tinggi untuk mendanai berbagai program yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Said menekankan, meskipun PPN 12% akan diberlakukan, barang-barang pokok yang dibutuhkan masyarakat, seperti beras, daging, dan sayuran, tetap bebas dari PPN. Ini adalah langkah penting untuk memastikan daya beli masyarakat tidak terganggu.

Beberapa barang yang tetap bebas PPN antara lain, beras, daging segar, telur, sayur dan buah segar.

Potensi Dampak Ekonomi

Namun, penerapan PPN 12% ini tetap berpotensi mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama bagi kelas menengah ke bawah.

Said Abdullah mengakui, kontribusi PPnBM terhadap penerimaan negara sebelumnya tidak signifikan, dengan rata-rata hanya mencapai 1,3% antara 2013 hingga 2022.

Hal ini menunjukkan bahwa, meski ada penyesuaian tarif, tantangannya adalah bagaimana kebijakan ini dapat mendorong target penerimaan pajak yang lebih tinggi pada tahun 2025.

Lebih lanjut, Banggar DPR meminta pemerintah untuk melaksanakan kebijakan mitigasi secara komprehensif agar masyarakat tidak terbebani oleh tarif pajak yang baru.

Langkah-langkah mitigasi ini bisa berupa peningkatan subsidi untuk barang-barang pokok atau dukungan program sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Penerapan PPN 12% atas barang mewah di Indonesia merupakan langkah strategis dalam rangka meningkatkan pendapatan negara.

Namun, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat.

Dengan pendekatan yang tepat, kebijakan ini bisa menjadi peluang untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien dan adil, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *