JAKARTA – Praktik penyebaran radikalisme, intoleransi dan kebencian di ruang serta mimbar keagamaan benar adanya. Bahkan menjadi hal yang harus diakui guna memunculkan kewaspadaan dini.
Demikian dikatakan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Nasaruddin Umar, di Jakarta, Senin (4/7).
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan upaya maksimal dan tepat. Karena maraknya generasi muda penerus bangsa yang justru jatuh dalam jeratan narasi idelogi radikal dan terorisme.
“Kita perlu dekati, sebagai seorang bapak dan mereka adalah anak kita, rangkul mereka, beri perhatian, supaya energi mereka yang besar tersalurkan, agar tidak digunakan untuk memecah belah bangsa. Energi mereka itu jangan digunakan untuk menyerang orang, tapi untuk merangkul orang,” ujarnya.
Baca Lagi: Kebijakan Gubernur Anies Menutup Holywings Multitafsir
Penanganan korban dan pelaku narasi radikal intoleran di ruang agama, kata Nasaruddin, harus dilihat faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kerentanannya.
Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan membatasai ruang gerak kelompok radikal yang memanfaatkan ruang dan mimbar keagamaan. Hal itu penting, agar tidak justru menyebarkan virus yang membawa bencana bagi keberlangsungan dan persatuan bangsa.
Pendekatan berikutnya, lanjut Nasaruddin, yaitu membatasi pergerakan mereka agar tidak seperti virus, yang justru membawa bencana kemana-mana. Jadi harus dilokalisir, aparat keamanan harus memberi warning.
Ia menambahkan, kelompok radikal kerap memutarbalikan narasi yang menggiring opini masyarakat seakan pemerintah telah melakukan praktik Islamofobia.
“Islamofobia kan itu kelompok yang tidak mau islam dan muslim berkembang, tidak ada itu di Indonesia, bahkan kita punya Kementerian Agama dan lembaga lainnya yang mengatur dan mendukung jalannya kehidupan beragama di Indonesia. Masa ini Islamofobia, saya kira tidak tepat,” kata dia.
Pemerintah wajib melaksanakan tugas kenegaraannya untuk memepertahankan keutuhan NKRI. Imbauan serta temuan apparat terkait radikalisme dan upaya penanganannya tidak tepat dikatakan sebagai Islamofobia.
“Saya kira penting bagi seseorang untuk memiliki pemahaman agama yang komprehensif, memperkuat aqidah agar tidak mudah terpancing dan terprovokasi,” katanya.
Selain itu, ia juga berharap segenap tokoh agama dan masyarakat untuk dapat membekali umat dan pengikutnya agar tidak mudah terpengaruh kepada paham radikal dan terorisme serta mengedepankan ilmu agama yang komprehensif.
“Jangan sampai karena persoalan subjektif kita lantas marah-marah, membenci. Jadi harus kedepankan objektifitas, itu kan cara Nabi,” ujarnya.
1 komentar