JAKARTA – Di tengah derasnya arus Informasi, sering kali terdapat info yang menghasut. Karenanya, masyarakat diharapkan cerdas dan tidak mudah terprovokasi atau diadu domba dari informasi-informasi yang belum jelas kebenarannya.
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, mengatakan media informasi seperti media sosial seringkali memuat informasi yang belum valid hingga menimbulkan provokasi di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus pintar memilah.
“Media informasi seperti media sosial memberi banyak sekali informasi yang sebetulnya informal atau belum valid. Ada beberapa yang positif tapi sebagian itu seringkali muncul tanpa ada verifikasi dan berpotensi meresahkan masyarakat, bahkan menyebabkan provokasi dan adu domba,” ujarnya di Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Masyarakat harus memahami adanya provokasi yang bisa mengarah pada konflik sosial, sehingga dapat berakibat pada bentrokan fisik. Untuk itu, masyarakat harus bisa lebih berhati-hati memilih dan menyebarkan berita.
Oleh sebab itu, agar tidak mudah termakan hoax dan hasutan, masyarakat harus melakukan cross check. Bahkan apabila merasa bingung dengan informasi tersebut, maka perlu mencari tahu dari sumber-sumber yang valid.
“Situs abal-abal itu beritanya biasa disebarkan melalui media sosial dan grup WA. Kita tunggu dulu, kita cek dulu ke beberapa sumber yang lain, baru kita membuat kesimpulan,” kata dia.
Ia menjelaskan, media yang terdaftar di dewan pers bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik dan diawasi. Karenanya lebih bisa dipercaya. Selain itu, Setiaji juga menyoroti media online, yang tidak seharusnya hanya mengutamakan kecepatan berita, namun mengabaikan akurasi.
“Jangan sampai karena persaingan antar media jadi cepat-cepatan bikin berita, tapi akurasi berita dikorbankan. Apalagi sampai menggunakan judul-judul yang clickbait, itu harus diperbaiki,” ujarnya.
Ia mengaku, pihaknya saat ini telah melakukan upaya-upaya penangkalan informasi keliru dan menghasut dengan melibatkan masyarakat. Disamping kerap mengadakan workshop dan seminar dengan menggandeng berbagai pihak.
Ia juga menyarankan perlunya kegiatan silaturahimi antara tokoh masyarakat atau tokoh agama yang ditengahi oleh pemerintah sebagai penyambung lidah.
“Di beberapa daerah ada kegiatan untuk menyambungkan lidah di antara masyarakat. Contoh di Purworejo menyelenggarakan kegiatan satu bulan sekali, di Klaten juga. Saya rasa ke depan harus diperbanyak kegiatan untuk saling mempertemukan suara-suara masyarakat, jadi kita bisa menyamakan persepsi untuk melawan informasi provokasi dan adu domba,” ujar dia.