Sinergi Internasional untuk Lindungi Pekerja Migran dari Ekstremisme Kekerasan

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), Uni Eropa, dan The Royal United Services Institute (RUSI) berkolaborasi untuk memperkuat kapasitas instruktur dalam memberikan perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari berbagai ancaman ekstremisme kekerasan. Dengan latar belakang situasi geopolitik global yang terus berubah, kolaborasi ini menjadi semakin penting untuk menjaga keselamatan PMI.

“Upaya pelindungan membutuhakan sinergi yang kuat, kita perlu langkah-langkah terkoordinasi dalam rangka pencegahan dan perlindungan PMI dari bahaya terorisme,” ujar Kepala BNPT RI, Komjen. Pol. Eddy Hartono, pada kegiatan pelatihan Uni Eropa – Indonesia tentang Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan bagi Instruktur Orientasi Pra-Pemberangkatan Calon PMI di Hotel Ayana Jakarta, Senin (13/1/2025).

Baca Juga: Menhan RI: Pentingnya Soft Power dalam Latihan Kopassus

Data yang disampaikan BNPT, menunjukkan adanya 118 PMI yang terpaksa dideportasi atau ditahan karena dugaan keterlibatan dalam aktivitas yang berkaitan dengan terorisme. Angka ini menegaskan pentingnya langkah pencegahan yang diambil oleh pemerintah.

“Berdasarkan data hingga 9 Januari 2025, 118 PMI telah dideportasi atau ditahan karena dugaan keterlibatan dalam aktivitas terorisme,” jelas Komjen Eddy.

Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, menambahkan salah satu penyebab kerentanan PMI terhadap ekstremisme adalah pergeseran geopolitik di negara tujuan kerja.

“Perubahan geopolitik dapat memicu munculnya ekstremis-ekstremis baru, sehingga instruktur harus menjadi garda terdepan dalam memberikan pemahaman yang baik bagi PMI,” katanya.

Ini memberikan gambaran jelas tentang perlunya instruktur untuk memberikan pendidikan pra pemberangkatan, sehingga PMI dapat menghindari potensi pengaruh negatif.

Menariknya, dalam konteks internasional, Joana de Deus Pereira dari RUSI menjelaskan, aspek ekonomi dan kurangnya dukungan dari keluarga jadi faktor penting yang memperburuk kerentanan PMI.

“Kendala ekonomi dan kurangnya dukungan dari komunitas seringkali membuat PMI terjebak dalam jaringan ekstremisme,” ujarnya.

Oleh karena itu, peran instruktur dalam memberikan intervensi dini sangat penting untuk memitigasi risiko ini.

Uni Eropa juga menunjukkan kepeduliannya terhadap isu ini. Anneleen Van Landeghem, Political Advisor Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei, menyatakan komitmen pihaknya dalam mendukung keamanan dan stabilitas jangka panjang di Indonesia.

“Kami berkomitmen untuk mendukung penguatan kapasitas Indonesia sambil tetap menghormati Hak Asasi Manusia dalam pencegahan ekstremisme,” katanya.

Komitmen ini menunjukkan bahwa mencegah ekstremisme tidak harus bertentangan dengan perlindungan HAM.

Diketahui, kegiatan pelatihan ini diikuti 81 instruktur Orientasi Pra-Pemberangkatan dan merupakan langkah lanjutan dari Nota Kesepahaman antara BNPT dan KP2MI pada tahun 2023.

Dengan dukungan berbagai pihak, diharapkan pelatihan ini dapat menghasilkan instruktur yang mampu mengedukasi PMI untuk menghindari potensi terpapar ekstremisme, sehingga melindungi mereka dari pengaruh negatif yang dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat.

Melalui upaya kolaboratif tersebut, langkah-langkah yang diambil mampu memberikan rasa aman bagi PMI, serta mempersiapkan mereka dengan pengetahuan yang tepat sebelum berangkat kerja ke luar negeri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar