JAKARTA – Kasus dugaan pemerasan pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kembali mencuat ke publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan delapan tersangka.
Praktik korupsi ini diduga telah berlangsung sejak 2019 dan merugikan negara hingga Rp 53 miliar. Fenomena ini mengungkap sisi gelap birokrasi kemanusiaan dan ketenagakerjaan di Indonesia yang selama ini jarang terungkap secara terbuka.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih Jakarta, Kamis (24/7/2025), Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan para tersangka diduga kuat memanfaatkan jabatan mereka untuk melakukan praktik pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia.
Baca Juga: Sinergi Akademik dan Pengabdian Masyarakat: Membangun Ketahanan dan Kesejahteraan Indonesia
Mereka menawarkan “percepatan” pengesahan izin TKA dengan iming-iming uang, sehingga proses administrasi yang seharusnya dilakukan secara profesional dan transparan menjadi penuh manipulasi.
Empat tersangka baru yang ditangkap adalah Gatot Widiartono (GTW), Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF). Mereka diketahui menerima uang hasil pemerasan sekitar Rp 23,1 miliar dari para agen dan calon TKA yang ingin mempercepat proses izin kerja mereka. Putri Citra Wahyoe tercatat sebagai tersangka yang paling banyak menerima uang, yakni minimal Rp 13,9 miliar.
Modus Operasi Pemerasan yang Sistematis
Para tersangka menawarkan jasa percepatan pengesahan RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) kepada para agen melalui komunikasi langsung.
Mereka mengaku mampu mempercepat proses administrasi yang biasanya memakan waktu lama, dengan syarat harus menyetorkan sejumlah uang ke rekening tertentu yang sudah disiapkan.
Setelah transaksi dilakukan, nomor rekening tersebut digunakan untuk menampung dana yang kemudian disalurkan kepada oknum pejabat dan pihak lain yang terlibat.
Proses ini dilakukan setelah para agen mengeluhkan ketidakjelasan status pengajuan dokumen mereka. Jika tidak memberikan uang di awal, pengajuan biasanya akan terhambat, sehingga memaksa mereka untuk melakukan pembayaran agar proses berjalan lancar.
Uang hasil pemerasan ini kemudian disalurkan ke tersangka lain yang sudah lebih dulu ditahan, yakni SH, WP, HY, dan DA, yang digunakan untuk keperluan pribadi dan memperkaya diri.
Tersangka dan Peran Mereka dalam Sistem Korupsi Kemnaker
Selain keempat tersangka baru, total ada delapan orang yang sudah diamankan dan diduga terlibat dalam praktik ini, termasuk pejabat eselon di Kemnaker. Mereka adalah:
1. Gatot Widiartono, Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan TKA (2021-2025)
2. Putri Citra Wahyoe, Petugas Hotline RPTKA dan Verifikator Pengesahan RPTKA (2019-2025)
3. Jamal Shodiqin, Analis TU dan Pengantar Kerja Ahli (2019-2025)
4. Alfa Eshad, Pengantar Kerja Ahli Muda (2018-2025)
5. Suhartono, Dirjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja (2020-2023)
6. Haryanto, Direktur PPTKA dan Staf Ahli Menteri Internasional
7. Wisnu Pramono, Direktur PPTKA (2017-2019)
8. Devi Angraeni, Direktur PPTKA (2024-2025)
Dari data yang diperoleh, para pejabat ini diduga turut memanfaatkan posisi mereka untuk memeras calon tenaga kerja asing dan agen terkait, yang akhirnya menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah.
Daftar Penerima “Duit Haram” di Kemnaker
NAMA |
Jabatan di Kemnaker |
Penerimaan Dana |
Suhartono (SH) | Dirjen Binapenta & PKK 2020–2023 | Rp460 juta |
Haryanto (HY) | Dirjen Binapenta & PKK 2024–2025, Ex-Direktur PPTKA | Rp18 miliar |
Wisnu Pramono (WP) | Direktur PPTKA 2017–2019 | Rp580 juta |
Devi Angraeni (DA) | Direktur PPTKA 2024–2025 | Rp2,3 miliar |
Gatot Widiartono (GTW) | Koordinator PPTKA 2021–2025 | Rp6,3 miliar |
Putri Citra Wahyoe (PCW) | Staf PDQ PPTKA 2019–2025 | Rp13,9 miliar |
Jamal Shodiqin (JMS) | Analis TU PPTKA 2019–2025 | Rp1,1 miliar |
Alfa Eshad (ALF) | Pengantar Kerja Ahli Muda PPTKA 2018–2025 | Rp1,8 miliar |